
Desain : Nolis Solihah
SUAKAONLINEMCOM, — Belakangan ini wacana naiknya harga rokok menjadi berita hangat di Indonesia. Dilatarbelakangi oleh survei yang dilakukan oleh pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, Hasbullah Tharbany , melalui lembaga Centre for Health Economics and Policy Studies (CHEPS). mebunjukan 72,3 % Perokok akan berhenti jika harga rokok 50 ribu perbungkus. Meski kenaikan harga rokok masih dalam tahap wacana, namun masyarakat yang mengonsumsi rokok mulai resah.
Berangkat dari hal tersebut, tim Litbang LPM Suaka melakukan riset kepada 100 mahasiswa perokok dan 100 mahasiswa bukan perokok. Hasilnya sebanyak 52,0 % responden setuju agar harga rokok di naikan dan 33,5 % lainya tidak setuju, sedangkan sisanya memilih tidak pedulu. Sebagian besar responden yang memilih setuju kebanyakan berpendapat jika harga rokok dinaikan, maka jumlah perokok akan menurun dan mencegah anak di bawah umur untuk merokok. Sedangkan yang tidak setuju berasalan, jika harga rokok dinaikan akan merugikan petani tembakau dan menambah jumlah pengangguran.
Soal keefektifan jika harga rokok naik akan mengurangi jumlah perokok, sebanyak 54,0 % responden menjawab tidak efektif dan 44 % menjawab bahwa kenaikan rokok itu efektif untuk mengurangi jumlah perokok.
Bila harga rokok benar – benar naik, 37,0 % responden perokok memilih untuk berhenti merokok, sedangkan 31,0 % lainya memilih akan tetap merokok meski harga rokok melambung. 29,0 % sisanya memilih beralih ke bako atau rokok elektrik.
Menariknya, 74 % responden setuju bahwa merokok dapat merusak kesehatan. Ini menunjukan bahwa perokok pun sadar betul bahwa merokok itu dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit.
Perihal yang melatarbelakangi mengapa mereka merokok, Sebagaian besar perokok mengawali karir nya dengan coba – coba dan pengaruh lingkungan hingga pada akhirnya menjadi kebutuhan dan candu. Sedangkan responden yang memilih untuk tidak merokok dilatarbelakangi karena ingin menjalani hidup sehat dengan tidak merokok.
Tim Litbang LPM Suaka