Quantcast
Channel: Suaka Online
Viewing all 968 articles
Browse latest View live

Pemerintah Indonesia dan Segala Problematik Klasik

$
0
0
Ilustrasi: Rini Zulianti/Suaka

Oleh: Fadhilah Rama*

Hiruk-pikuk kehidupan modern kadang melelahkan dan Tuhan sepertinya mendengarkan doa orang-orang yang tinggal di perkotaan, “izinkan kami rehat barang sejenak.” Sampailah kita pada masa krisis saat ini, pemerintah menutup ruang publik pasca pandemi COVID-19 yang menyeruak di sudut-sudut wilayah di bumi.

Ditemani segelas teh hangat untuk berbuka sambil mendengarkan lantunan lagu-lagu dari pustaka digital di gawai. Penulis mengikuti berita terkini dari linimasa, sepertinya kondisi di luar sana begitu parah. Istilah-istilah asing mulai familiar mewarnai kehidupan masyarakat. Social distancing, lockdown, hinggga Work From Home (WFH). Itu imbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk melakukan perkerjaan dari rumah (WFH).

Namun, penulis menilai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk penanganan wabah COVID-19 ini tidak begitu signifikan. Banyak hal-hal yang perlu diperhatikan, bukan cuman sekedar memberikan imbauan semata, namun bagaimana sepatutnya negara harus bisa hadir untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Gravitasi Birokrasi

Apakah pernah punya pengalaman buruk ketika berhadapan dengan birokrasi? Sudah menjadi rahasia umum di negeri ini bagaimana sistem birokrasinya masih sangat kolot dan lamban. Masyarakat seakan sudah kebal dengan watak para pegawai birokrasi, uang menjadi pelicin bagi mereka yang sudah jengah dengan gelagat mereka. Ini menjadi sebuah masalah fundamental di dalam tubuh pemerintah yang menjadi sekelumit cabang dari permasalahan lainnya.

Diskursus dan berbagai masalah di tubuh birokrasi ini adalah akibat dari gagalnya mengeliminasi diri dari kepentingan elite penguasa. Melalui Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2004, Pemerintah sejatinya telah menetapkan aturan larangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk bergabung dengan Partai Politik. Padal pasal 2 termaktub, “Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik”.

Kalau dilihat dari subtansi adanya peraturan ini adalah dalam rangka menjaga netralitas para abdi negara supaya terhindar dari pengaruh partai politik sehingga dapat memberikan pelayanan yang emansipatif kepada masyarakat. Maka kiranya perlu para PNS ini tidak hanya sekedar dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik, namun juga secara integral harus dijamin dan terjamin agar terlepas dari seluruh praktik politik praktis. Sehingga pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu oleh kepentingan-kepentingan yang lain apalagi kepentingan penguasa.

Woodrow Wilson dalam bukunya “The Study of Public Administration” menerangkan bahwa administrasi publik harus didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen ilmiah dan terpisah dari segelintir kepentingan politik.  Melalui konsep dikotonomi politik administrasi, memilah secara tegas batas-batas kewenangan politik dan kewenangan administrasi dalam mewujudkan tujuan negara dan pemerintahan. Keduanya tidak boleh saling mencampuri, tetapi memiliki hubungan kontinum yang langgeng.

Kemudian melansir dalam jurnal Akbar Susilo  yang dikenal public, private, people, and partnership (P-4), penelitian ini mengenai birokrasi dan pembangunan sektor dan bidang sinergis ini mengkritik dinamika yang ada pada birokrasi Indonesia. Salah satunya adalah mentalitas dari para pegawai-pegawai sipil. Sikap pengabdian yang mulia kepada masyarakat telah terkooptasi oleh mental apatis dan oportunis. Sebagaimana sering kita jumpai disampaikan di hadapan publik seperti:

“Saya memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan layanan prima kepada masyarakat, karena hal itu telah menjadi orientasi dan fokus yang dicanangkan oleh pimpinan. Tetapi perlu diingat bahwa pemerintah memiliki keterbatasan, di mana peningkatan kapasitas pemerintah bagai deret tambah, sedangkan dinamika tuntutan masyarakat bagai deret ukur.”

Pernyataan tersebut tidak sepatutnya keluar dari mulut para aparatur sipil karena sama sekali tidak menunjukkan perlambang inisiatif dan kesungguh-sungguhan dalam mengemban amanat publik yang seharusnya melekat pada diri tiap aparatur. Melalaikan sebuah mentalitas yang oportunis karena hanya menurunkan harga dirinya karena lebih dipengaruhi oleh tata pikir subjektif. Dan, sangat tidak elegan untuk menyatakan keterbatasan yang mengakibatkan tiadaannya atau menurunnya mutu pelayanan publik.

Model Birokrasi Bersifat Konvergen atau Terpusat

Selain permasalahan idealisme yang menjadi bahaya laten bagi keberlangsungan pelayanan publik di Indonesia, model birokrasi juga masih cenderung tradisional secara holistik. Dengan mengesampingkan kualitas dari para pegawai yang ada di tubuh birokrasi saat ini, arketipe dari birokrasi di Indonesia ini sangat-sangat berdampak besar bagi penyelesaian masalah-masalah yang ada, bagaimana letak geografis juga mempengaruhi pelayanan publik kepada masyarakat.

Di Indonesia model birokrasi bersifat konvergen atau terpusat, padahal Indonesia merupakan sebuah negara kontinental yang memiliki cakupan wilayang yang luas. Model tata kelola tersentralisasi seperti ini jelas menghambat laju pergerakan informasi dan keputusan. Selain itu tingkat kemajemukan yang tinggi di Indonesia mencakup faktor-faktor ekologis membuat dibutuhkannya sebuah arketipe yang fleksibel – disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di suatu daerah.

Dalam hal ini Akbar Susilo menuliskan; perbedaan kultural, geografis, dan ekonomis melahirkan kebutuhan berbeda dan menuntut program pembangunan yang berbeda pula. Berdasarkan kemajemukan yang ada maka penting kalanya untuk menggeser paradigma dari pendekatan ideografi ke nomotetik, dan dari pendekatan struktural ke pendekatan ekologi. Sejalan dengan itu, maka sistem birokrasi di bagian-bagian wilayah di Indonesia mesti beradaptasi dan merespon karakteristik daerahnya sendiri sesuai kearifan lokalnya, mencakup gatra : geografis, demografis, kekayaan alam, politik, ekonomi, dan sosial-budaya.

Mengutip dari Fred W. Riggs dalam Prismatic Society, sebuah istilah  yang menggambarkan kondisi masyarakat saat ini dimana terjadi sebuah evolusi peradaban. Yang mengubah masyarakat yang memiliki karakteristik tradisional menjadi masyarakat modern, masa transisi ini adalah peralihan dari masyarakat post-agraris menuju masyarakat pra-modern.

“Ada tiga ciri utama pada masyarakat prismatik yakni; heteroginitas, overlapping, dan formalisme. Ketiganya membentuk sebuah struktural fungsional atau biro pemerintahan yang membentuk pola perilaku mendasar. Apabila satu struktur menjalankan sejumlah besar fungsi, maka stuktur tersebut ‘tersebar secara fungsional’ atau dikenal dengan model berpencar (diffracted). Jika struktur tersebut menjalankan fungsi hanya sebagian kecil, maka struktur tersebut ‘terkhusus secara fungsional’ atau disebut juga model memusat (fused).”

Setali tiga uang, Akbar Susilo mengembang konsep birokrasi kontekstual dengan pendekatan desentralisasi. Munculnya industri-industri di perkotaan menyebabkan timbulnya urbanisasi. Menurutnya, semakin dekat episentrum birokrasi pada suatu wilayah masyarakat yang dilayani, birokrasi akan semakin bermakna dan akomodatif dalam memberikan pelayanan kepada publik. “Model ini juga berarti lebih menonjolkan faktor ekologis terdekatnya secara eksternal serta penguatan dimensi budaya organisasi secara internal yang terbentuk dari kearifan lokalnya.”

Patologi di dalam birokrasi inilah yang membuat perlu adanya skema reformasi birokrasi secara holistik dan secara global, agar pelayanan birokrasi bisa meningkat. Penulis percaya hal ini memanglah tidak mudah, daripada menjaganya hanya bertekun utopia, pemerintah harus me-reformnya menjadi protopia yang sedikit demi sedikit terbentuk.

Ilusi Kapitalisme

Penjabaran sistem kapital sangatlah luas, dimulai dari permulaan abad di Indonesia hingga hari ini. Tidak ada satu orang pun yang tau bilmana dan kemana ujung dari sistem yang menghisap keringat layaknya lintah darat ini akan berakhir. Sepertinya tidak cukup hanya bertahan hidup dengan menunggu revolusi menjemput dan berharap keadilan yang merata berada di pihak kita.

Bagaimanakah ‘kakek beton’ dan ‘nenek minyak’ dari negeri yang makmur itu akan berhenti mendatangi negeri kita bak ksatria menawarkan segenggam kemakmuran yang fana. Belanda memang sudah lama angkat kaki dari Bumiputra, namun kebiadabannya masih terasa bahkan berlipat ganda. Tak butuh waktu lama sampai negeri meratapi dan menyadari bahwa kemerdekaan hanyalah ilusi dan sampai menyadari pribumi menindas pribumi. Pola pikir kolonialisme beranak-pinak menyebar ke seluruh pelosok negeri.

Berangkat dari tulisan Suakaonline mengenai Hubungan Wabah Penyakit, Industrialisasi dan Omnibus Law, terlihat jelas bagaimana korelasi antara negara, lingkungan, dan juga sistem kapital yang ada. Yang menarik adalah sirkulasi kapital tidak terjadi begitu saja, ada banyak elemen dibelakangnya yang menopang, namun secara simplistik yang bercokol kapitalisme. Sulit rasanya mengkodifikasinya menjadi satu elemen besar tanpa mengetahui hal-hal kecil yang berkesinambungan, karena untuk bisa mengenalinya dengan betul haruslah dari hal-hal kecil tersebut.

Kapitalisme saat ini sedang diuji untuk bisa seberapa tangguh ia bisa bermanuver. Salah satu teori tentang ekonomi, Teori Keynes. Populernya teori ini sekaligus menandai berakhirnya Teori Laissez-Faire, suatu keyakinan bahwa negara tidak perlu ikut campur dalam menopang perekonomian makro. Maka, Teori Keynes berpendapat sebaliknya bahwa negara harus melakukan intevensi guna menjaga stabilitas pasar.

Teori Keynes merupakan salah satu penguat kapitalisme. Dalam bukunya Marx Vol 1 yang menjelaskan mengenai arus akumulasi modal yang difokuskan pada surplus kapital, ada relasi dengan pekerja. Dalam Teori Keynes tersebut dijelaskan, pemerintah perlu meningkatkan pengeluarannya. Uang yang beredar di masyarakat akan bertambah sehingga masyarakat akan terdorong untuk berbelanja dan meningkatkan permintaanya. Dengan begitu permintaan agregat akan bertambah.

Dalam masa pandemi COVID-19 ini membuat perputaran yang cepat namun aktivitas akumulasi kapital terhambat. Akibatnya, surplus value sulit terwujud di pasar. Untuk mengatasi hal ini, mulailah para pemodal membujuk pemerintah untuk mengeluarkan regulasi. Di sini peran pemerintah hadir untuk melakukan proteksi ekonomi agar pasar tidak kolaps.  Lalu apa salahnya? Memperkuat ekonomi sama dengan menjaga kemanusiaan bukan? karena manusia bergantung pada ekonomi.

Ekonomi memang mempengaruhi kehidupan sosial. Maka dari itu Karl Marx menaruhnya dalam gatra struktur (di bawah superstruktur) menjadi landasan dasar. Namun, itu hanyalah ilusi semata. Satu-satunya yang diuntungkan dari penjagaan ekonomi makro ini hanyalah kaum borjuis yaitu para pemodal. Kapitalisme hanya peduli dengan pangsa pasar dan tentang kemanusiaan itu hanyalah bonus. Kita tidak bisa menyelamatkan kemanusiaan dengan rumus atau teori ekonomi.

Dalam memperlihatkan jati diri yang sesungguhnya, seperti halnya dikutip dari Presiden Ghana, Nana Akufo-Addo tempo lalu, sebelum akhirnya ia memutuskan lockdown untuk kawasan metropolitan Accra dan Kumasi, Nana mengatakan “We know how to bring the economy back to life. What we don’t know is how to bring people back to life.”

Lagi dan lagi negara tunduk dihadapan kapitalisme. Interior masyarakat diperkedil, “kamu manusia apabila kamu memiliki materiil (uang, harta), dan non-manusia jika tidak memiliki properti”. Di atas kertas tak semua berkilau sebegitu indahnya untuk bisa menjalani WFH. Karena ini masalah kemanusiaan, yang beruntung tutup mata sambil dengan pongahnya kampaye #dirumahaja lewat gawai cerdas dengan pendingin ruangan diatas sofa yang empuk.

Pandangan ini amatlah dipengaruhi oleh pemikiran John Rawls dan Immanuel Kant bahwa ketidaksetaraan hanya diperbolehkan jika ia memberikan keuntungan untuk pihak terlemah yang ada di masyarakat. Bukan para budak, bukan kaum hamba (serf), bukan kaum pengrajin, bukan juga kaum pekerja manufaktur, melainkan kaum proletariat.

Dari sedikit hal-hal diatas tak Esanya membentuk belenggu pada masyarakat kelas menengah kebawah, yang setotoknya menciptakan kemiskinan terstruktur. Bagaimana jika ternyata kita telah miskin karena sistem yang cacat ini? Malang sekali nasib kita. Mereka terjembab ke dalam lubang-lubang ekonomi, setahun berhasil keluar dari lubang tersebut kemudian mendapati yang lainnya secara bergantian masuk ke dalam lubang.

Mungkin masih banyak hal yang perlu didiskusikan bersama, melingkar tak hanya kaum elite tapi juga pelbagai spektrum masyarakat. Namun yang terpenting adalah membangun semangat dalam tubuh pemerintahan, karena jantung perbaikan adalah mereka yang memiliki akses diplomatis.

Seperti dalam lirik lagu Nosstress Bali, yang judulnya Semoga, “Semoga ya hari ini lebih baik dari hari kemarin”. Semoga tidak hanya menjadi ke-semogaan belaka dan melalui pandangan yang terus berulang. Genggamlah kehidupan dan katakan “Ya” pada segala kompleksifitas manusia (Ja Sagen). Karena sejak awal penulis percaya, Tuhan menata baik dunia ini. Dan sekarang kami berharap pada pemerintah, tidak ada yang lebih berharga dari masa depan yang lebih baik.

*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Teknik Elektro semester 6 dan Pengurus LPM Suaka bidang IT Development

The post Pemerintah Indonesia dan Segala Problematik Klasik appeared first on Suaka Online.


Maskulinitas: Alasan Boyband KPop Sulit Diminati Laki-Laki

$
0
0
Ilustrasi: Shania Anwar/Suaka

Oleh: Abdul Azis Said*

Siapa yang tidak tahu BTS, boyband KPop yang berulang kali sukses menaklukkan tangga lagu Billboard, membawa pulang trofi musik bergengsi, dan berduet dengan sederet penyanyi kenamaan dunia. Grup musik yang digawangi RM cs ini juga berhasil masuk dalam daftar 100 tokoh paling berpengaruh di dunia tahun 2019, sebuah pencapaian yang cukup baru bagi industri hiburan di Korea. Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu negara yang basis penggemarnya paling besar.

Meski mengantongi banyak pujian dari dunia, BTS tidak sepenuhnya sukses menaklukkan pecinta musik dalam negeri, khususnya dari kalangan pria. Bakat menari dan menyanyinya kebanyakan hanya disukai wanita, langka untuk menemukan ARMY (sebutan untuk penggemar BTS) dari kalangan laki-laki, begitupun yang terjadi pada boyband lainnya.

Kalaupun ada, menjadi penggemar KPop harus pasrah dengan sentimen negatif yang terus membuntuti. Penggemar KPop laki-laki lebih rentan disudutkan daripada pengggemar perempuan, karena dianggap ‘abnormal’ jika laki-laki mengidolakan sesama gendernya. Normativitas ini selalu menempatkan perempuan lebih layak mengidolakan boyband, dan sedikit wajar jika laki-laki mengidolakan girlband.

Buktinya, lebih awam kalau laki-laki mengungkapkan kekagumannya kepada Lisa Blackpink ketimbang laki-laki yang memuji Jungkook BTS. Alasannya karena mengidolakan KPop masih saja dipahami secara sempit sebagai proses ketertarikan. Walhasil kekaguman tak ubahnya konsep binarisme seksual, yang mendisiplinkan ketertarikan laki-laki wajarnya kepada perempuan, dan sebaliknya perempuan kepada laki-laki.

Tapi kalau kamu laki-laki dan mengidolakan Ronaldo, Lorenzo , Band Noah atau Slank, patut bersyukur karena tidak ada stigma buruk sedikitpun, justru terkesan wajar. Padahal objek yang mereka kagumi antara penggemar BTS dan penggemar Ronaldo sama-sama punya kategori gender laki-laki. Tapi publik berbeda dalam memperlakukan hubungan antara penggemar dan idolanya jika itu KPop.

Pemaksaan untuk Menerima Stereotipe Maskulinitas

Perlakuan diskriminatif yang dialami boyband KPop dan penggemarnya, jadi bukti yang cukup jelas untuk mengurai sengkarutnya permasalah yang timbul karena adanya toxic masculinity. Suatu term yang merujuk pada adiksi terhadap penerapan nilai-nilai maskulin laki-laki, melalui pembatasan antara perilaku yang dianggap ‘normal’ dan ‘abnormal’.  

Tapi lebih cocok jika menyebutnya sebagai keranjingan untuk disebut paling ‘manly’. Karena standar kejantanan laki-laki tampak sangat digila-gilai banyak orang, yang ujung-ujungnya dipakai untuk memojokkan siapa saja yang tidak bersedia mengikuti normativitas yang telah dibuat. Ini yang terjadi pada Boyband KPop dan penggemarnya.

Alasannya karena bintang KPop punya penampilan yang cukup nyentrik bila dibandingkan gaya berpakaian umunya laki-laki di Indonesia. Tampilan modis dan rapih adalah hal yang penting, seperti memasukkan kaki baju ke dalam celana, melipat ujung celana atau yang model potongan menggantung, dan model-model lainnya yang kini mulai terglobalisasi. Malahan model ini dijiplak oleh penggemar-penggemar perempuannya di Indonesia, sehingga meninggalkan kesan yang berhak memasukkan kaki baju dan melipat celana hanyalah perempuan. Akan dianggap aneh jika laki-laki Indonesia meniru gaya tersebut.

Selain itu anggota boyband dalam penampilannya kerap kali memakai riasan wajah, merawat kulit, mencat rambut, hingga bertindik. Bagi mereka hal ini tampak biasa saja, tapi tidak buat laki-laki di Indonesia. Karena stereotip yang ada menempatkan make up dan perkakas perawatan wajah lainnya hanyalah kepunyaan perempuan. Kalau ada laki-laki yang berani mengaku dirinya menggunakan bedak atau lip cream, siap-siap saja dicap ‘bencong’.

Padahal kosmetik dan seperangkat perawatan wajah tidak pernah menciptakan sekat gender. Akses atas perawatan tubuh semestinya milik siapa pun, cantik dan gagah itu hanyalah omong kosong untuk mengotak-ngotakkan perempuan ideal dan laki-laki ideal. Karena itulah apa yang ditampilkan oleh bintang KPop merepresentasikan keberagaman ekspresi gender setiap manusia. Mereka memahami kediriannya sebagai laki-laki dan maskulinitas lewat serangkaian performativitasnya tersendiri, yang belum tentu sama dengan persepsi laki-laki Indonesia.

Bukan karena mereka mendekati standar cantiknya Indonesia, lalu mudahnya langsung mencap feminin atau keperempuan-perempuanan. Boyband KPop punya spektrumnya tersendiri, yang juga menduplikasi nilai-nilai maskulinitas barat, seperti berpakain jaket kulit dan sepatu bot. Sebagaimana orang-orang di Amerika memaknai maskulinitas para lelaki koboi. Tapi, lagi-lagi semuanya dibuat lebih lokal dengan kombinasi budayanya sendiri.

Sehingga, konsep maskulinitas ini sifatnya sangatlah  cair, tidak ada standar yang paling benar. Karena sosio-kultural masyarakat punya peran menciptakan normativitas kebertubuhan laki-laki dan perempuan. Bisa jadi apa yang diyakini laki-laki Amerika tentang maskulinitas punya standarnya sendiri, yang berbeda dengan Indonesia, begitupun persepsi maskulinitas laki-laki di Korea. Modernisasi dan perubahan zaman juga secara simultan ikut mempengaruhi pembentukan stereotip maskulinitas laki-laki, yang bisa jadi seabad berbeda dengan saat ini.

Kalau di Indonesia semakin gelap warna kulit cenderung lebih maskulin, lebih lagi kalau punya lengan dan perut berotot, berkumis atau berjanggut. Namun, apa daya orang-orang Korea yang secara biologis sulit berwarna kulit gelap. Pemahaman inilah yang membawa laki-laki Indonesia cenderung melihat boyband KPop tidak semaskulin orang Indonesia.

Dalam sebuah tulisan di laman yayasanpulih.org, terdapat sebuah istilah yang disebut Brannon Masculinity Scale (BM).Sebuah konsep tardisional tentang maskulinitas dengan empat karakter penting yang dimiliki. Yaitu, adanya perasaan ingin dihormati karena menganggap laki-laki memiliki privilege sebagai seorang kepala keluarga, tuntutan senantiasa kuat dan tegar membuat laki-laki tidak boleh dipengaruhi emosi, kebencian terhadap perilaku feminin dan keharusan untuk menghindarinya, serta kecenderungan bersikap memaksa.

Keempat karakter tersebut relevan untuk menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara perasaan tidak suka terhadap boyband KPop dan dorongan untuk selalu dianggap maskulin. Karena yang mereka tampilkan bisa jadi tampak tidak memenuhi prasyarat dari empat standar maskulinitas tadi. Makanya tidak heran kalau toxic masculinity cukup mengerikan, karena daya paksanya memungkinkan laki-laki yang merasa maskulin bersikap agresif. Memaksa kalau mau maskulin haruslah mengidolakan artis yang ekspresi gendernya juga maskulin sesuai standar Indonesia..

Apalagi masalah maskulinitas boyband KPop juga sering kali disangkutpautkan dengan orientasi seksual. Tom Boellstorffdalam bukunya The Gay Archipelago tentang karakteristik laki-laki gay di Indonesia, menjabarkan kalau banyak stereotip sosial bertebaran yang dianggap mampu mengidentifikasi seseorang adalah gay atau bukan. Ditunjukkan melalui cara duduknya yang khas dengan kaki rapat, juga laki-laki yang gay cenderung berpenampilan modis.

Celaka lah boyband KPop yang selalu berpenampilan fashionable dan rutin menjaga bentuk tubuhnya. Ini juga jadi alasan kenapa laki-laki yang menyukai KPop diperlakukan berbeda, sebab ada ketakutan kalau hubungan fans dan idolanya bisa jadi representasi kekaguman sesama jenis. Belum cukup dipertanyakan maskulinitasnya, malah ditambah lagi sama keragu-raguan terhadap hasrat seksualitasnya.

Namun, bukan berarti membenarkan stereotip yang menyebut bahwa semua boyband KPop dan penggemar laki-lakinya adalah gay. Caranya mengekspresikan diri tidak selalu punya hubungan dengan orientasi seksualnya. Karena gay ataupun straight merupakan orientasi seksual, sementara maskulin atau feminin itu ekspresi gender. Sterotipe tersebut tidak akurat untuk memetakan mana yang gay dan mana yang straight.

Moralitas VS Otoritas

Kurang menarik jika tidak mengaitkan antara performativitas boyband KPop dengan caranya memahami kedaulatan bagi dirinya sendiri. Sebenarnya mereka cukup  bebas mengeksplorasi dirinya, namun jaminannya ialah kesiapan mereka diperlakukan diskriminatif oleh banyak laki-laki, terutama di negara yang mengakar kuat budaya patriarki seperti.

Entah sejak kapan nilai-nilai maskulinitas itu muncul. Yang kita semua ketahui hanyalah, normativitas ini sudah dibebankan sejak lahir. Bayangkan saja, bertahun-tahun lamanya kita sudah hidup , namun tidak ada kesempatan untuk menegosiasikan apa makna menjadi laki-laki dan perempuan menurut diri sendiri. Tidak ada otoritas untuk menentukan kebertubuhan seseorang, melainkan menjadi laki-laki bergantung pada bentukan norma sosial.

Konstruksi sosial yang ada mengabaikan kemungkinan kalau siapapun –entah itu laki-laki atau perempuan– dapat bertukar peran. Hubungan antara subyektivitas gender manusia dengan caranya mengekspresikan diri punya hubungan yang lebih rumit dari sekedar pengaturan bahwa bayi yang terlahir dengan penis diajarkan berperilaku maskulin, sementara yang mempunya vagina berperilaku feminin.

Dualisme nilai maskulin dan feminin ini dilanggengkan sejak dari dalam rumah, sebagai jejak  peninggalan Orde Baru yang ikut campur dalam urusan domestik warganya, lewat penanaman ideologi bangsa berupa konsep keluarga ideal. Ini diciptakan sebagai aparatus negara untuk mewujudkan cita-cita modernisasi, yang bisa dicapai menggabungkan pengaturan reproduksi dan konsumersime masyarakat.

Keluarga ideal ini memposisikan laki-laki sebagai kepala keluarga dan pusat kendali rumah tangga. Sehingga dibuatlah nilai-nilai maskulinitas laki-lakian yang dibatasi oleh aspek-aspek seperti jenis pekerjaan, cara berpakaian, hobi, cita-cita hingga mengatur cara duduk. Begitupun sebaliknya, perempuan harus menjadi ibu dan dipaksa mematuhi nilai-nilai kefemininan perempuan, yang selalu ada standar supaya bisa dikategorikan feminin.

Pembagian maskulintas dan feminitas ini terus diproduksi sampai-sampai tampak wajar, dan mendikte masyarakat dalam banyak urusan, sekalipun yang sifatnya spontanitas. Pasti sering mendengar kalau warna biru identik dengan laki-laki dan perempuan warna merah muda, laki-laki mengoleksi motor atau mobil-mobilan, sementara perempuan bermain boneka. Laki-laki harus bisa menyetir mobil dan perempuan harus bisa cuci piring.

Adanya nilai-nilai yang mengatur cara berpenampilan dan mengekspresikan diri adalah bagian dari moralitas sosial, yang bermaksud menyempitkan substansi kelaki-lakian dan keperempuanan. Agar bisa dianggap bermoral, setiap orang kemudian secara terpaksa mengikuti konsensus sosial tentang perilaku yang baik. Yang dalam kaitannya dengan maskulinitas, laki-laki boyband KPop siap-siap saja dianggap tidak bermoral, karena dipandang melangkahi batas perbedaan antaran laki-laki yang maskulin dan perempuan yang feminin.

Sehingga, harus dipahami bahwa berpaku pada standar maskulinitas dan feminin yang dibentuk oleh lingkungan sosial bukanlah aturan wajib diikuti. Malah nilai-nilai itu terkesan mengekang privasi setiap orang untuk menentukan personalitasnya. Ketimbang diatur hanya bisa memilih maskulin atau feminin, setiap orang harusnya berhak mendefinisikan spektrumnya tersendiri, apakah keluar dari dua pilihan tersebut atau tampil dengan keduanya sekaligus.

*penulis adalah mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam semester 6, dan pengurus LPM Suaka bidang Riset, Data dan Informasi

The post Maskulinitas: Alasan Boyband KPop Sulit Diminati Laki-Laki appeared first on Suaka Online.

Berbenah Soal Privasi: Regulasi Perlindungan Data Pribadi Kian Penting

$
0
0
Ilustrasi: Nuralfiyah/Magang

Oleh: Siti Hannah Alaydrus*

Perlindungan data privasi adalah pekerjaan rumah yang sulit dan panjang, namun tetap harus terus dikampanyekan karena privasi adalah fondasi dari demokrasi.  – Unknown.

Di era digital ini, berbelanja, membayar tagihan, juga registrasi bank bisa dilakukan melalui ponsel. Kita memasuki era dimana platform digital  bertebaran atau pinjaman online  didapat dengan mudah. Kemudahan ini tentu menguntungkan kita semua, namun dilain sisi, praktek pelanggaran data pribadi semakin marak terjadi. Pemasaran sejumlah produk, tawaran kartu kredit, serta modus penipuan diperparah dengan belum adanya perlindungan yang memadai sehingga data diri terekspos secara massal dan rentan disalahgunakan. Perkembangan kemudahan di era digital terus diikuti tanpa adanya payung hukum yang melindungi data diri masyarakat. Apakah hal ini terdengar tidak penting?

Isu Peretasan dan Penyalahgunaan Data Kian Meningkat

Awal Mei lalu, sebanyak  91 Juta data pengguna Tokopedia dilaporkan dijual di dark web, menurut laporan akun Twitter Under the Breach (@underthebreach). Berdasarkan penjelasan Under the Breach, penjual data pengguna Tokopedia tersebut merupakan orang yang meretas 15 juta data pengguna Tokopedia pada Maret 2020. Dengan laporan ini, berarti ada tambahan 76 juta data pengguna Tokopedia yang dimiliki oleh hacker.

Dark net juga disebut dark web, merujuk kepada situs web dan forum online yang terenkripsi sehingga tidak terindeks oleh mesin pencari (search engine) biasa. Untuk mengakses dark web, orang memerlukan browser web khusus yang disebut Tor. Konten dark web tidak terlihat oleh mesin pencari dan situsnya tidak dapat dikunjungi hanya dengan mengetikkan URL ke Google Chrome atau Firefox. Aktivitas pengguna di dalamnya punya reputasi tindak ilegal dan kejahatan.

Melansir dari katadata.id, Tokopedia telah merespons laporan kebocoran data dan mengaku memang ada percobaan pencurian data pribadi pengguna. Tetapi, Tokopedia mengklaim bahwa password pengguna masih berhasil dilindungi. Jauh sebelum Tokopedia, isu peretasan 13 juta akun pengguna Bukalapak juga sempat mencuat setelah adanya klaim dari seorang hacker, namun Bukalapak telah membantah klaim tersebut.

Kembali ke April lalu, sempat mencuat kasus peretasan WhatsApp aktivis dan peneliti kebijakan publik Ravio Patra yang berujung pada penahanan oleh polisi (22/4/2020). Ravio ditahan atas tuduhan menyiarkan berita provokatif atau menghasut untuk berbuat kerusuhan, setelah ada pihak yang meretas aplikasi WhatsApp miliknya dan menyebarkan pesan berantai berisi ajakan untuk menjarah pada 30 April.

Dikutip dari Tempo, Ravio melihat saat diperiksa polisi bahwa berkas yang menjadi dasar penangkapannya berkode A, yang berarti pelaporan dilakukan oleh salah satu anggota polisi. Anehnya, laporan tersebut dibuat pukul 12.30 WIB di hari ia ditangkap, padahal, pesan autentikasi dari WhastApp saat akunnya diretas terkirim pada 12.11. Mustahil laporan polisi dibuat hanya dalam rentan waktu 19 menit. Ini membuat publik berasumsi bahwa peretasan tersebut sengaja dibuat oleh pihak tertentu agar ada alasan untuk menahan Ravio, yang dikenal sebagai pengkritik pemerintah terkait data penanganan COVID-19 dan polemik staf khusus presiden.

Tak berhenti disitu, dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan perusahaan financial technology, data konsumen disebarluaskan dan diperjualbelikan tanpa seizin konsumen.  Menurut penulis, rentetan kasus inilah yang seharusnya memberikan kesadaran kepada publik akan beberapa hal berkaitan dengan regulasi untuk perlindungan data diri.

Pertama, ketiadaan payung hukum perlindungan data pribadi menjadi penyebab lemahnya posisi pengguna. Konsumen tak bisa berharap banyak untuk kompensasi melainkan hanya bisa mengetahui saja bahwa datanya telah bocor. Kedua, lembaga negara juga berpotensi menjadi pihak yang memanipulasi data, alih-alih menjadi lembaga yang menjamin perlindungan keamanan data. Ketiga, kekosongan aturan mengakibatkan tidak adanya proses penyelesaian sengketa yang mumpuni dan cukup dari semua kasus, baik dalam penyalahgunaan personal maupun kebocoran data dengan keterlibatan jutaan data. Pun kasus yang menimpa Ravio bisa menimpa siapa saja dan kapan saja.

RUU yang Belum Dibahas: Menjaga Privasi Belum Populer di Indonesia

Menurut Sutawan Chanprasert, pendiri organisasi hak asasi manusia DigitalReach di Bangkok yang meneliti tentang data privacy di Asia Tenggara, belum ada negara di Asia Tenggara yang menerapkan alur regulasi perlindungan data pribadi seketat Eropa. Dimana semua diatur dalam General Data Protection Regulation (GDPR) dengan beberapa hak pengguna, antara lain hak untuk mendapatkan informasi; hak untuk mengakses; hak atas penghapusan data; hak pembatasan data; hak portabilitas seperti penggandaan data; dan hak untuk menghindari pengambilan keputusan secara otomatis. Namun, negara seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina sudah punya payung hukum serta alur regulasi yang benar-benar melindungi data diri masyarakat.

Dikutip dari suaramerdeka.com,  Indonesia berada pada ranking 41 di Global Cybersecurity Index yang dirilis oleh International Telecommunication Union (ITU), jauh tertinggal dari negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Indonesia juga belum mempunyai progress pembahasan RUU Siber. Juga, Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi baru sekedar rancangan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan diambil alih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun RUU ini belum juga dibahas oleh DPR meskipun sudah masuk dalam daftar Program Legislatif Nasional (Prolegnas) 2019.

Melansir dari elsam.or.id, Indonesia punya 30 regulasi yang memiliki keterkaitan dengan pengumpulan dan pengelolaan data pribadi, termasuk penyadapan. Kewenangan tersebut dilakukan untuk berbagai macam bidang, seperti media telekomunikasi, pertahanan dan keamanan, penegakan hukum, kesehatan, kependudukan, perdagangan, serta perekonomian. Tapi tidak seluruhnya memberikan perlindungan hukum yang nyata dengan prosedur yang jelas.

Misalnya, dalam bidang perbankan, pengakuan kewajiban perlindungan data nasabah ditemukan dalam UU Perbankan dan UU Perbankan Syariah. Setelah kehadiran UU Otoritas Jasa Keuangan, kewajiban Bank Indonesia untuk melindungi data nasabah digantikan oleh lembaga independen OJK. Tapi UU tersebut belum menjelaskan mekanisme pemulihan jika terjadi pelanggaran. Hal itu juga belum diatur dalam UU Perlindungan Konsumen, yang seharusnya mengakomodasi kerugian konsumen dalam hal kebocoran data.

Demikian pula dalam konteks data pribadi secara viral di Internet. Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai salah satu regulasi hukum Internet juga belum memberikan perlindungan data pribadi. Pasal 26 UU ITE memberikan gambaran umum mengenai persyaratan persetujuan pemilik data dalam segala akses data pribadi di media elektronik, tapi tidak mengatur secara jelas mengenai mekanisme internal yang harus dilakukan pengumpul data dan tindakan setelah terjadinya pelanggaran.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa Indonesia masih absen dalam perlindungan data pribadi. Dampaknya, mekanisme pengumpulan dan pengelolaan data yang dilakukan oleh swasta ataupun negara tidak memiliki kepastian hukum dan berpotensi membuka ruang kesewenang-wenangan. Alhasil, warga kembali dirugikan karena data privasinya tidak dapat dilindungi diiringi praktik pelanggaran privasi dan penyalahgunaan data semakin tak terkendali.

Pentingya Regulasi yang Partisipatif, Bukan Ancam Privasi

Dimulai dari data untuk kepentingan registrasi sampai dengan data perilaku kita selama berselancar diberbagai platform digital, semua terekam dengan jelas. Dari berbagai data yang dimiliki perusahaan, muncul istilah Artificial Inteligence (AI) atau kemampuan sistem untuk menganalisis data, menentukan arah tindakan (decision making) serta mencari peluang untuk mencapai tujuan tertentu. Dari sinilah algoritma nantinya dipakai untuk menawarkan produk atau jasa akan muncul berdasarkan apa yang kita klik dan cari di marketplace maupun media sosial atau disebut clickstreaming.

Saat kita terkoneksi degan jaringan internet, memang tidak bisa dipastikan semua aktivitas kita aman. Setiap sistem memiliki celah dan tidak ada yang sempurna. Pun ketika perusahaan dan pemerintah punya akses pada data, apapun bisa terjadi dan bisa dimanipulasi. Oleh karena itu penting bagi kita untuk tahu hak atas privasi data, hak untuk memiliki kontrol data kita sendiri, juga hak untuk mendapat keamanan dan perlindungan baik dari perusahaan maupun pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Berbagai kasus peretasan, pun isu-isu kebocoran data yang mencuat belakangan ini, bisa menjadi titik kesadaran pentingnya perlindungan data pribadi. Sayangnya, menurut penulis, selama ini gagasan ideal perlindungan data sebagai hak asasi manusia itu terbentur oleh lajur kapital. Secara ekonomi, data pribadi memiliki nilai jual tinggi yang mampu memutar roda perekonomian global. Dalam The Digital Person: Technology and Privacy in the Information Age 101 karya Daniel J. Solove, transaksi jual-beli data konsumen ditaksir hingga US$ 3 miliar pada 2006. Dampaknya, industri bank data berkembang sangat pesat, yang justru menafikan perlindungan privasi seseorang.

Perusahaan raksasa seperti Facebook dan Google mengambil keuntungan dari iklan di internet yang diambil berdasarkan data pribadi yang sudah dimonetisasi sesuai dengan mekanisme yang mereka buat. Karenanya, data pribadi pengguna akan terus menerus dikapitalisasi agar lebih banyak orang yang terpengaruh dan mau bertransaksi. Selain mengancam hak asasi individu, adanya akses data global sebesar itu bisa mempengaruhi demokrasi.

Perlindungan data pribadi menjadi penting karena mereproduksi kebebasan warga dalam berekspresi. Keberanian warga dalam mengekspresikan gagasan akan terlaksana apabila dirinya telah memperoleh jaminan perlindungan privasinya. Jika monetisasi data pribadi terus dinormalisasi, maka aktivis, pengkritik pemerintah dan komunitas marginal lainnya akan jadi yang paling kena dampaknya. Media sosial dan model yang dibikin oleh perusahaan dengan algoritmanya terbukti bisa mempengaruhi demokrasi karena konten dan data bisa dimanipulasi pihak tertentu yang punya kuasa untuk membuka akses big data tersebut.

Hal itu jelas menjadi ancaman nyata, mengingat arus pemanfaatan teknologi tak lagi dapat dibendung. Ini termasuk kegiatan pengumpulan data pribadi secara massal, baik online maupun offline, melalui media sosial, catatan kependudukan, kesehatan, perekonomian, hingga penegakan hukum. Dalam konteks inilah peran negara diperlukan dengan membuat undang-undang untuk menjamin perlindungan data privasi masyarakat.

Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat  (elsam.or.id), salah satu lembaga yang terus gencar mendesak agar pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi yang dapat dengan ideal mengatur hak dan kewajiban antara penyedia layanan dengan konsumen, untuk memperjelas tujuan penggunaan data pribadi dan data apa saja yang boleh diakses oleh penyedia layanan terkait transaksi. Perusahaan diharapkan agar transparan, memberitahukan penggunanya, serta menjelaskan langkah-langkah yang akan perusahaan tersebut lakukan untuk memitigasi risiko.

Jika RUU PDP dilegislasi, pengendali data wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis, dengan tanpa bertele-tele kepada pemilik data dan instansi pengawas jika terjadi data breach atau kegagalan perlindungan data pribadi. Pengguna harus diberikan langkah-langkah jelas. Misalnya agar mengubah password, melapor jika kehilangan akses, menggunakan two factor authentication, waspada pada email atau SMS phising, juga menghubungi lembaga keuangan jika penyalahgunaan data keuangan terjadi.

*penulis merupakan mahasiswa jurusan Manajemen Keuangan Syariah semester  4 dan Anggota Magang LPM Suaka 2020

The post Berbenah Soal Privasi: Regulasi Perlindungan Data Pribadi Kian Penting appeared first on Suaka Online.

Forum Dema-F UIN Bandung Keluarkan Surat Tuntutan untuk Kampus

$
0
0
Ilustrasi: Anisa Nurfauziah/Suaka

SUAKAONLINE.COM Pada Kamis, (7/5/2020) lalu, Forum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (Dema-F) di ruang lingkup kampus UIN SGD Bandung keluarkan surat tuntutan dengan Nomor : 01/DEMA-F UIN SGD/IV/2020 terkait Evaluasi Kebijakan Sistem Akademik dan Perkuliahan Berbasis Daring, Perencanaan KKN-DR, dan UKT/SPP Bagi Mahasiswa di Lingkungan UIN SGD Bandung. Surat tuntutan tersebut ditandatangani oleh enam Dema-F, diantaranya Dema-F Sains dan Teknologi, Dema-F Dakwah dan Komunikasi, Dema-F Ushuluddin, Dema-F Syariah dan Hukum, Dema-F Tarbiyah dan Keguruan, dan Dema-F Adab dan Humaniora.

Menurut Ketua Umum Dema-F Tarbiyah dan Keguruan, M. Fariz Salman Zulkipli menyampaikan bahwa latar belakang penuntutan tersebut karena melihat kondisi saat ini pandemi COVID-19 yang berdampak pada keberlangsungan pembelajaran yang diberhentikan dan dialihkan menjadi daring. Namun dengan adanya pembelajaran daring tersebut menimbulkan keresahan bagi mahasiswa, karena belum adanya fasilitas yang memadai untuk menunjang keberlangsungan kegiatan tesebut, dan mahasiswa dituntut untuk mengeluarkan biaya yang lebih karena pembelajaran daring memerlukan kuota.

“Maka dari itu, kami atas nama Forum Dema-F di ruang lingkup UIN ingin memberi masukan ataupun menjadi penyambung aspirasi dari banyaknya mahasiswa yang terdampak oleh COVID-19 ini yang bisa disampaikan pada pemerintah pusat. Sehingga dapat suatu kebijakan khususnya di lingkungan kampus UIN SGD Bandung yang solutif akan permasalahan dan keresahan dalam pandemi ini,” jelasnya saat dihubungi via WhatsApp, Selasa (12/5/2020).

Lebih lanjut, Fariz mengatakan bahwa tuntutan tersebut sebelumnya telah melewati beberapa tahapan diantaranya adalah membuat ruang aspirasi di setiap Fakultas oleh Senat Mahasiswa Fakultas (Sema-F) dan birokrasi di setiap Fakultas. Namun, secara tindak lanjut dari birokrasi tersebut belum menghasilkan solusi yang kongkrit dan solutif. Setelah menunggu waktu yang cukup lama, akhirnya muncul kebijakan yang dikeluarkan universitas dengan memberikan kuota sebanyak 30 gb, namun kuota tersebut tidak dapat digunakan oleh semua aplikasi, sedangkan aplikasi yang dipakai sangat beragam.

Selain itu, pembatalan pemotongan UKT 10% pada semester depan yang sebelumnya dikeluarkan oleh Kemenag membuat Forum Dema-F di lingkungan kampus berkoordinasi bersama untuk membahas lebih lanjut permasalahan terkait fasilitas kuliah daring dan UKT dengan analisis dan data dari setiap Fakultas hingga melahirkan narasi yang sama, dan satu gerakan yang sama. Adapun tuntutan yang disampaikan oleh Forum Dema-F adalah:

1. Kami menuntut Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk  segera mengeluarkan Surat Kompensasi UKT/SPP sebesar 70%.

2. Atas tidak digunakannya fasilitas kampus dan atas dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian mahasiswa/wali mahasiswa, kami menuntut Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk mengusulkan kompensasi UKT/SPP TA 2020 – 2021 pada Forum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri untuk selanjutnya diajukan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia agar diterbitkan Peraturan Menteri Agama atau Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Tahun 2020 tentang Kompensasi UKT/SPP mahasiswa sebagai bentuk Pengqobulan.

3. Kami atas nama Keluarga Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung menuntut Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung beserta jajaran agar memberikan fasilitas kuota gratis yang bersifat UNLIMITED sebagai perangkat pendukung efektifitas perkuliahan daring atau kegiatan akademik lainya (bimbingan, proposal,/skripsi, sidang, dan akses kepustakaan secara daring)  dan atau jika tidak hal demikian dapat memberikan hal yang bersifat materil lainnya, semisal uang sebesar Rp. 100.000,- /bulan untuk mahahsiswa aktif UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

4. Kami menuntut Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung beserta jajaran agar segera menyatakan sikap atas aspirasi yang telah disampaikan oleh mahasiswa di lingkungan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dengan membuat Press Release atau pernyataan sikap melalui Video Gram dan berkenan untuk kami undang dalam audiensi terbuka melalui aplikasi Zoom atau Teleconference.

5. Kami menuntut Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk memberikan fasilitas penunjang untuk pelaksanaan KKN-DR melalui surat ketetapan melalui pemberian kuota gratis yang bersifat UNLIMITED dan atau hal yang bersifat materil lainya.

6. Kami menuntut Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung beserta jajaran agar segera menyusun regulasi dan ketetapan mengenai kompensasi UKT/SPP bagi mahasiswa akhir sebesar 80%.

7. Kami menuntut jajaran civitas akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk tidak membebankan tugas berlebih kepada mahasiswa dalam perkuliahan yang dilakukan secara daring yang dapat mempengaruhi psikis mahasiswa.

8. Kami menuntut HUMAS UIN Sunan Gunung Djati Bandung agar memberikan respon konkrit terkait dengan surat tuntutan ini  begitu juga terkait dengan aspirasi lain yang sudah disampaikan sebelumnya. Bisa melalui Press Release dan Press Conference.

9. Jika ke semua poin aspirasi kami tidak mendapatkan respon dan atau pengqobulan, maka kami menyatakan sikap dengan tegas atas nama Keluarga Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung akan menolak pembayaran UKT/SPP di semester yang akan datang.

Menanggapi hal tersebut, Suaka mencoba menghubungi Wakil Rektor I Bidang Akademik, Rosihon Anwar, menurutnya tuntutan yang keluarkan oleh Forum Dema-F di lingkungan UIN SGD Bandung telah terima, dan juga telah dibahas bersama pimpinan Universitas. “Sudah ada rapat, nanti tiap Fakultas akan menyampaikannya. Jawabannya satu pintu melalui Warek III,” tuturnya saat dihubungi via WhatsApp, Sabtu (9/5/2020). Diwaktu yang sama, Suaka mencoba menghubungi Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, A.H. Fathoni, namun tidak mendapatkan tanggapan.

Ketua Umum Dema-F Adab dan Humaniora, Toriqul Farhan menyampaikan bahwa setelah tuntutan tersebut telah disampaikan, pihak birokrasi juga telah berkoordinasi dengan pimpinan yang lain dan telah melaksanakan rapat. “Tadi siang sudah berdialog bersama terkait tuntutan Dema-F dengan birokrasi Fakultas seperti Dekan dan Wadek 3, meskipun dari hasil yang diberikan oleh pihak dekanat kepada ketua-ketua Dema-F di ruang lingkup kampus sangat mengecewakan, karena tidak bisa merealisasikan pemotongan UKT semester depan,” paparnya.

Selain itu, Toriqul Farhan pun berharap semoga kedepannya pimpinan universitas bisa memahami kondisi melemahnya ekonomi mahasiswa akibat pandemi COVID-19 dan merealisasikan tuntutan lainnya. Terlebih sebelumnya mahasiswa telah membayar UKT secara penuh dan sekarang harus menanggung kuota internet sendiri. “Jauh harapan saya semoga seluruh forum pimpinan PTKIN bisa mempertimbangkan kembali masalah ini dan merekomedasikan pemotongan UKT semester depan sehingga menjadi Keputusan Mentri Agama (KMA).” Tutupnya.

Reporter: Anisa Nurfauziah

Redaktur: Hasna Fajriah

The post Forum Dema-F UIN Bandung Keluarkan Surat Tuntutan untuk Kampus appeared first on Suaka Online.

Matinya Manusia di Tengah Pandemi

$
0
0
Ilustrasi: Refkyan Mauldan/Magang

Oleh: Chamid Nur Muhajir*

Rubuh, Terseok-seok tubuhku dalam kerumunan

Peluh mengurat jatuh dari air mata kegelisahan

Mati karena lapar atau mati karena pesakitan

Matiku karena ketamakan

Lapar… Takut

Takut… Lapar… Sakit

Sakit… Lapar

Sembako! Sembahku padamu

Secuil bagianmu kupuja untuk hamba rasa lapar

Kutukan kuhaturkan pada penimbun kalian

Sembako! Kaummu adalah bangsawan budiman

Begundal… Bangsat

Bangsat… Begundal… Penjilat

Selamat… Selamat

Rusak semua akal

Para penjilat mengurung bangsawan

Hanya mereka yang ingin selamat

Kami juga harus

Bakar… Bunuh

Pasung mereka!

Kubur

Hanya letik darah yang tersisa

Erungan-erungan perut sudah membutakan

Hati sudah digadai

Kemanusiaan diobral tak berharga

*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Manajemen Keuangan Syariah semester empat dan anggota magang LPM Suaka 2020

The post Matinya Manusia di Tengah Pandemi appeared first on Suaka Online.

HMJ HPI Salurkan Bantuan kepada Masyarakat Sekitar Kampus

$
0
0
Dok. Pribadi

SUAKAONLINE.COM- Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Hukum Pidana Islam (HPI) UIN SGD Bandung Bidang Kerjasama Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (KPPM) menyalurkan bantuan untuk mahasiswa HPI yang tidak bisa pulang ke kampung halaman, masyarakat kurang mampu di daerah Cilengkrang atas, masyarakat yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan para pedagang yang berada di sekitar Cibiru, Jumat (15/5/2020). Penyaluran bantuan tersebut merupakan bentuk ikhtiar HMJ HPI untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi.

Ketua HMJ HPI, Ihsan Diapari Nasution menyampaikan bahwa dalam kondisi di tengah pandemi saat ini sangatlah berpengaruh terhadap roda organisasi, yang menyebabkan banyaknya kegiatan menjadi terbengkalai, terlebih melihat pemerintah yang seperti main-main dalam menangani kondisi saat ini dan tidak meratanya bantuan yang diberikan. “Kalau untuk mahasiswa HPI yang memang tidak bisa pulang menjadi perhatian lebih dari kami pihak HMJ, untuk selalu menanyakan kondisi dan mencarikan bantuan yang sekiranya bisa disalurkan kepada teman-teman yang tidak bisa pulang,” paparnya saat dihibungi via WhatsApp, Jumat (15/5/2020).

Lebih lanjut, Ihsan menyampaikan pihaknya sudah mulai membuka posko pengaduan terkait pelaksanaan kuliah daring, kompensasi UKT, dan fasilitas perkuliahan yang memang kurang jelas dan kurang pengawasan. Selain itu, beberapa diskusi online tentang dampak pandemi dan diskusi lainnya telah dijalankan. Ihsan berharap semoga pandemi ini segera berlalu, juga menginginkan agar pemerintah membuka mata untuk membantu masyarakat kecil yang terdampak pandemi, dan birokrasi kampus harus segera merealisasikan tuntutan mahasiswa yang telah disampaikan oleh Dema-F di ruang lingkup kampus.

Menurut Ketua Bidang KPPM HMJ HPI, Adam Abdullah mengatakan bahwa penyaluran donasi tersebut merupakan bagian dari Program Kerja (Proker) yang dikembangkan bakti sosial, karena proker tersebut bergerak dalam ranah sosial masyarakat. Maka dari itu bidang KPPM mengadakan kegiatan kepedulian, dan kegiatan tersebut tidak hanya berjalan saat pandemi, tetapi telah berjalan dari awal kepengurusan HMJ HPI.

Sebelum menyalurkan bantuan, HMJ HPI telah mengadakan penggalangan dana dengan memanfaatkan sosial media, karena melihat kondisi saat ini yang dirasa tidak bisa melakukan suatu kegiatan dengan leluasa serta adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jawa Barat yang membuat akses semakin terbatas. Penggalangan dana tersebut telah dimulai sejak tanggal 20 April hingga 10 Mei 2020 lalu.

Adam juga menjelaskan untuk proses penyaluran dari hasil donasi tersebut digunakan untuk membeli bahan pokok yang kemudian dikemas menjadi sembako dan ia pun meminta maaf jika masih kurang dalam pembagiannya. “Mohon maaf apabila banyak yang belum kebagian, karena kita bikin nya seadanya. Tapi semoga saja yang belum merasakan bantuan dari pemerintah itu segera mendapatkan bantuan, dan yang sudah mendapatkan bagian dari kami semoga bermanfaat, ” jelasnya saat dihubungi via WhatsApp.

Salah seorang mahasiswa yang menerima bantuan, M. Aby Yaksa menyampaikan bahwa ia terpaksa tidak pulang kampung karna kendala PSBB dan transportasi. “Enggak bisa pulang karena saya telat pulang saat sebelum PSBB, soalnya saya tidak memiliki kendaraan bermotor jadi hanya memakai transportasi umum seperti bus.” Pungkasnya.

Selain mendapat bantuan dari HMJ HPI, Yaksa pun sebelumnya telah menerima bantuan dari RT setempat. Meski bantuan yang diberikan dirasa sulit untuk diolah, karena berisikan terigu, minyak, garam, dan mie yang harus menggunakan kompor. Namun Yaksa merasa bersyukur dan berterimakasih  karena masih banyak orang yang mau berbagi. Ia pun berharap semoga pemberi bantuan baik pemerintah maupun non pemerintah dapat menelaah terlebih dahulu apa yang dibutuhkan oleh penerima, agar apa yang dibetikan bisa bermanfaat untuk semua.

Reporter: Anisa Nurfauziah dan Auliya Umayna/Magang

Redaktur: Hasna Fajriah

The post HMJ HPI Salurkan Bantuan kepada Masyarakat Sekitar Kampus appeared first on Suaka Online.

Pembentukan Dema-U Terbengkalai Sembilan Bulan

$
0
0

SUAKAONLINE.COM , Infografis – Kegagalan Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) membentuk kepengurusan Dewan eksekutif Mahasiswa (Dema-U) jadi catatan penting sebelum pengurus Sema-U periode 2019-2020 purnatugas awal Mei yang lalu. Sebagaimana dalam pasal 13 Konstitusi Keluarga Mahasiswa (KKM), Sema-U berwenang menyelenggarakan Musyawarah Mahasiswa (Musma) untuk memilih ketua Dema-U yang baru.

Dalam perjalannya mempersipakan Pemilu mahasiswa, kegagalan Sema-U menuntaskan proyek ini hanyalah akumulasi dari sekian persoalan yang muncul. Sejak pembentukan kepanitiaaan untuk Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) dan Badan Pengawas Pemilu Mahasiswa (BawasluM), prosesnya dinilai tidak transparan. Terutama yang diungkapkan oleh sejumlah pengurus Sema-F, Dema-F dan HMJ yang tidak tahu-menahu delegasi mereka di dua lembaga tersebut.

“Tidak ada arahan mengenai informasi apapun sejauh ini, Dema Fakultas Dakwah dan Komunikasi tidak merasa dilibatkan soal pembentukan dan perkembangan-perkembangan KPUM dan BawasluM,” ungkap Ketua Dema-F Dakwah dan Komunikasi, M. Faisal Nailusidqi kepada Suaka, Rabu (2/10/2019)

Penjaringan kepanitiaan KPUM dan BawasluM sudah dipublikasikan sejak 29 Juli 2019 dengan target struktur keanggotaannya sudah terbentuk dalam 11 hari kerja atau 8 Agustus. Namun realisasinya melesat jauh, target tersebut molor tiga bulan lebih atau baru difinalisasi pada 13 November 2019. Sementara, tidak adanya sosialisasi kepada jajaran organisasi mahasiswa di tingkat fakultas dan jurusan juga turut dipersoalkan.

Target-target Sema-U lainnya juga gagal tercapai sekalipun KPUM dan BawasluM sudah terbentuk. Saat wawancara dengan Suaka pada 3 Oktober 2019, Ketua Sema-U periode 2019-2020, Umar Ali Muharom mengatakan pembentukan Dema-U diharapkan rampung pada akhir Oktober. Di saat yang sama, kepanitiaan KPUM dan BawasluM justru baru bisa terbentuk pada bulan berikutnya. Sehingga target penyelesaian proyek ini diperpanjang sampai akhir tahun, sebelum libur semester ganjil sesuai dengan roadmap yang dibuat KPUM dan BawasluM.

Kelambanan kerja Sema-U juga disebabkan karena adanya perbedaan sikap antara Sema-U dengan jajaran Sema-F terkait legalitas penggunaan UU No. 2 tahun 2018 tentang Pemilihan Umum Mahasiswa sebagai landasan hukum pembentukan Dema-U. Meski bukan kali pertama produk hukum ini dipersoalkan, baru pada awal Desember 2019, lima Sema-F sepakat mengajukan peninjauan ulang atau legislative review terhadap aturan tersebut.

Pengajuan legislatif review baru ditanggapi setelah tiga bulan lebih diajukan, dan lagi-lagi tidak menghasilkan titik temu. Karena hasil dari Forum Senat Mahasiswa yang diselenggarakan 11 Maret kemarin masih belum beranjak dari perdebatan awal, yakni pantas tidaknya UU No. 2 untuk dipakai. Sementara pada tahap teknis belum satupun dikerjakan. Itu artinya, meski sudah dibentuk sejak November tahun lalu, KPUM dan BawasluM belum bekerja sama sekali hingga hari ini.

Sumber: suakaonline.com, akun Instagram semauinsgdbdg dan kpubawaslu2019uinsg

Peneliti: Abdul Aziz Said

Desain: Nuralfiyah/Magang

The post Pembentukan Dema-U Terbengkalai Sembilan Bulan appeared first on Suaka Online.

Balada Samudra

$
0
0
Ilustrasi: Hamzah Ansrulloh/Suaka

Oleh: Faiq Rusydi*

Momentum indah balada samudra

Saat di senja hari

Waktu ombak-ombak mendebur karang,

Mendebar hati-hati burung camar

Tepatnya, di sebelah kanan ufuk cakrawala pelabuhan,

Yang sejak hilangnya kini sepi menjelma tuan.

Kala itu

Pasir-pasir cemburu dihanyut tidakkan lautan karena

Bukanya kenapa; di ke dalaman sunyi

mereka menemukan cinta dan cahaya

Bilapun di tepi;

mereka berkeluh melihat cahaya yang membutakan mata

Memang

Bukan salah kaprah Bima bersikeras masuk samudra

Meski Hanuman mencegah

Bukan salah ketulusan bila ikan-ikan laut

Menghalalkan dirinya untuk dimangsa

Oh… Perihal kisah, ini bukan sekadar pepatah

Ada gelap ada terang

Mereka beriring, menentang arus deras ombak Gibraltar,

menyelam dalam-dalam palung lautan,

terbang tinggi menembus tujuh ratus tirai singkapan.

Andaikanlah, anak-anak muda dan dewasa

Yang menyalakan api di tepi pantai itu merenungi

Adanya samudra juga segalanya

Oh… Alangkah indahnya skenario agung kerinduan semesta.

*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Sejarah Peradaban Islam semester dua dan anggota magang LPM Suaka 2020

The post Balada Samudra appeared first on Suaka Online.


Nyai yang Menyusui Kelelawar

$
0
0
Ilustrasi: Hamzah Ansrulloh/Suaka

Oleh: Fahrus Refendi*

Ustad Musleh berjalan ringkih, “Bagaimana nasib langgar kita nanti?,” ucap Ustad Musleh dengan wajah kusam. Kursi yang berada di kolong meja perlahan ditariknya. Tak ada jawaban apalagi sanggahan. Nyi Sanah tetap tak bergeming, ia tetap memandang dalamnya kegelapan jauh di belantara riuhnya air laut.

 “Entahlah, Pak!” tiba-tiba suara istrinya  mengagetkannya. Perlahan suasana menjadi hening. Mereka saling bertukar pandang. “Apa ia kita harus mempunyai anak lagi sebagai penerus keturunan yang akan mewarisi langgar sangkolan kita itu,” Nyi Sanah berdiri lalu mengambil air di ceret plastik. Telah lama keduanya mengidamkan anak laki-laki sebagai penerus tahta keluarga. Sebagai keluarga kiai, anak laki-laki lah yang dipandang mampu menyetir jika ada musyawarah penting antar sanak saudara.

Usia perkawinan yang telah menginjak 25 tahun, tapi yang diharapkan keduanya masih belum hadir juga. Barangkali ini cobaan atau ujian kesabaran dari Tuhan. Kelima anaknya terlahir sempurna tapi tak satu pun laki-laki. Kekhawatiran mulai terasa bukan hanya soal keturunan melainkan usia keduanya sudah tak lagi muda untuk punya anak lagi.

Langgar sangkolan yang berdiri di atas tanah berpasir dan berhalamkan lautan lepas itu merupakan wasiat dari Mbah Bahrawi kepada Ustad Musleh dan Nyi Sanah, mereka berdua dimandatkan untuk memperbaiki sifat umat.

“Jadikan langgar ini sebagai penyembuh umat, aku akan memilih diantara kalian siapa yang akan menggantikan aku untuk mengasuh langgar ini. Kuharap siapapun yang terpilih nanti akan mampu membantu kemashalatan umat dan ikhlas memberikan pengajaran pada anak umat,” tukas Mbah Bahrawi sebelum kematian hinggap padanya.

Malam itu di luar rumah rintihan genting dan seng gaduh menerima nikmat dari Tuhan. Cipratan air yang jatuh di selokan, gaungan katak  serta  debur ombak bersahutan jadi satu alunan. Malam yang pelik bagi semua anak Mbah Bahrawi. Malam itu semuanya berkumpul.

Sebelum malaikat maut menarik nafasnya, magap-magap suara Mbah Bahrawi, semua anaknya berkumpul beserta para istri dan cucunya. Lincak dengan ornamen ukiran naga yang menjulurkan lidahnya menjadi tempat Mbah Dulawi dibaringkan.

“Siapa dari kalian yang siap aku warisi langgar ini,” tukas Mbah Bahrawi. Seketika seisi rumah  kaget mendengar ucapan abahnya. Saling pandang satu sama lain. Kebingungan terpancar dari raut muka anak-anaknya. “Usiaku barangkali tidak akan lama lagi,” lanjutnya. Semuanya tertunduk.

Sejurus kemudian, anak sulungnya angkat bicara berusaha memecah keheningan. Kembali batuk terdengar memekikkan telinga. “Saya selaku anak yang paling tua ingin mengusulkan bagaimana jika langgar sangkolan itu saya pasrahkan sepenuhnya ke abah. Siapapun yang ditunjuk maka kami selaku anak akan menerima segala keputusan.” Mbah Bahrawi hanya memalingkan wajahnya. Sementara kabut kebingungan masih menyelimuti.

“Ambil kertas dan pensil,” tiba-tiba Mbah Bahrawi angkat bicara. Secepat mungkin Ustad Musleh berdiri dari lincak yang ia duduki. “Sobek kertas itu… Dan isikan nama kalian” semuanya hanya mengangguk-ngangguk, tak tahu apa yang akan Mbah Bahrawi lakukan. Dipegangnya gelas plastik, “Masukkan kesini,” lanjutnya, sambil menyodorkan gelas plastiknya.

Kembali batuk terdengar dari mulutnya. Dengan sisa tenaganya Mbah Bahrawi pergi ke belakang dengan peci dan surban yang masih melekat pada tubuh kurusnya. Beberapa saat kemudian lalu dia angkat bicara.

“Hati-hati dengan sangkolan, Bicarakan baik-baik. Jangan mengambil hak yang sudah dibagi karena itu tulah. Sekarang siapapun yang namanya keluar dari  lintingan ini maka dia lah yang akan menerima sangkolan langgar ini,”

Entah apa yang dibaca, mulutnya komat-kamit. Diambil lah gelas itu… Tak lama satu lipatan kertas terjatuh dari gelas. Diambilnya. “Musleh!” suara seraknya terdengar.  Semua mata tertuju padanya. Ustad Musleh hanya menunduk. Tak berselang lama lipatan kertas kembali dilintingnya dan kembali nama Ustad Musleh yang keluar dari dalam gelas. Lagi dan lagi sebanyak tiga kali. Semenjak malam itu Ustad Musleh resmi mewarisi langgar sangkolan itu.

***

Pada hari yang mulai panas matahari bersinar pas di atas ubun-ubun saat Nyi Sanah keluar rumah. Sementara suaminya ngajar di Madrasah, berjalan menembus panas yang menyengat ke arah timur. Ladang garam dan tambak udang ia lewati, sebenarnya perasaan takut menghinggapinya, tapi ketakutan itu telah dikalahkan oleh keinginan yang terus minta dipenuhi. Setelah berjalan cukup lama, cucuran keringat mulai membasahi tengkuknya.

“Mau ke mana?,” tiba-tiba suara itu memekikkan telinga, sejurus kemudian Nyi Sanah memalingkan tubuhnya.

Seorang perempuan paru baya berdiri di depannya dengan kerudung lusuh dan bajunya yang kumal.

“Saya mau ke rumahnya Nyi Tenni, di mana ya?,” balas Nyi Sanah. Mata tajam perempuan di depannya menerawang  ke sekujur tubuh. Perasaan Nyi Sanah diliputi ketakutan.

“Masuklah ke dalam rimbunan pohon tinjang itu, di sana lah ia bermukim!” sambil mengacungkan jari tangannya ke depan.  

Apa tidak salah, masak ia rumahnya di rimbunan pohon tinjang… hati Nyi Sanah bergumam sendiri.

 Sebenarnya desas-desus Nyi Tenni sudah ia ketahui dari orang-orang. “Konon, jauh sebelum kita lahir Nyi Tenni sudah ada di tempat ini,” teringat ucapan Sanima dulu. Sebelum ada bidan di kampung ini orang yang mau melahirkan akan membawa ke tempat Nyi Tenni. Anehnya setiap sepulang persalinan, para orang tua tidak membawa pulang ari-arinya, mereka percaya Nyi Tenni lah yang memakannya, makanya sampai sekarang dia masih hidup. Awet muda.

Proses persalinan yang cepat dan tidak terasa sakit, moro-moro si jabang bayi keluar begitu saja. Tapi sebelum  melahirkan, si orang tua bayi harus meminum ramuan yang telah diberikan oleh Nyi Tenni. Setelah itu kembali tengadah dan tak lama menunggu, suara tangisan bayi pun akan terdengar.

Kesaktian dan keanehannya itu sudah tidak menjadi rahasia umum lagi bagi penduduk kampung, kerap para orang tua menakut-nakuti anaknya semisal ketika anaknya tidak mau makan, tidak mau mandi, dan malas mengaji para orang tua akan bilang “Nanti ada Nyi Tenni loh” Anak-anak baru takut.

Gunjingan lain dari Nyi Tenni yang beredar adalah suatu hari  di mana saat laut sedang surut,  surutnya air laut menjadi berkah tersendiri bagi penduduk pesisir, ada yang mencari kerang, kepiting serta udang sampai matahari mulai bergelayut dan menimbulkan warna kekuning-kuningan di  ufuk barat.

Orang-orang berduyun-duyun laki-laki maupun perempuan ke laut sampai pada adzan magrib berkumandang. Tapi, sore itu Pan Dadang masih terus mencari kerang hingga hampir gelap, fokus pada apa yang ia cari, kepalanya terus merunduk tak mengindahkan bahwa hari sudah mulai petang.

“Waduh… perasaan tadi masih banyak orang kok tinggal saya sendiri,” gumam Pan Dadang dalam hati. Buru-buru dia berkemas sebelum hari mulai gelap. Diangkatlah bak warna birunya melangkah menyusuri jajaran pohon tinjang. Gugusan awan menjadi saksi lelapnya cahaya sore hari.

Awalnya Pan Dadang acuh tak acuh pada cericit suara yang memekikkan telinganya, ia tetap saja berjalan. Tapi lama kelamaan suara itu kian mengundangnya untuk menanyakan apa yang terjadi. Menoleh ke sekitar. Kepalanya ditengadahkan. Sekawanan kelelawar terbang mengitari rimbunan pohon tinjang, berputar-putar, sesekali terdengar juga suara rengekan. “Pada mau ke mana kelelawar-kelelawar ini,” pekiknya.

Langkah kasarnya ia lembutkan. Sorot matanya tetap awas mengelilingi sekitar. Kelelawar-kelelawar yang terbang tinggi mulai turun dan tampak berkumpul di atas jejeran pohon tinjang. Makin lama makin sedikit yang terbang. Ternayata kawanan itu mulai masuk ke dalam rimbunan pohon tinjang. Suara cericit makin memekikkan telinga Pan Dadang dan perlahan ia membungkukkan tubuhnya, menerabas gugusan pohon yang keras akarnya itu.

Tiram yang melekat pada akar pohon tinjang memberi isyarat bahwa ia harus hati-hati dalam melangkah. Kubangan air dan lumpur sesekali menghambat langkah kakinya. Terus melangkah hingga ke dalam rimbunan pohon tinjang itu. suara cericit dan desahan semakin santer terdengar. Perlahan-lahan hal yang membuat Pan Dadang penasaran semakin menemui titik terangnya. Gerombolan kelelawar-kelelawar itu mulai terlihat.

Tak lama setitik cahaya bergerak dari kejauhan lalu berhenti di bawah pohon tinjang yang paling besar. Sejurus kemudian Pan Dadang menjongkokkan tubuhnya. bersembunyi di balik akar pohon tinjang. Sesosok perempuan itu kemudian maju dengan obornya, membuka sanggul yang tergelung di kepalanya. Sementara cericit bunyi kelelawar semakin nyaring terdengar.  Obor yang di pegang perempuan itu diletakkan pada sela-sela akar tinjang.  Entah apa yang terlontar dari mulut perempuan tua itu, kata-katanya tak dapat ia mengerti.

Pan Dadang mengernyitkan dahinya…. Seakan-akan tak percaya terhadap apa yang ia lihat. Perempuan tua itu kini melangkahkan kakinya dan membuka kebaya yang dipakainya. Setelah pakaian tandas dari tubuh itu kemudian ia rentangkan kedua tangannya, segera saja kawanan kelelawar menyerbu tubuh kumal tersebut. Berkerubung diantara kedua puting susunya, mereka layaknya pengembara yang kelaparan. Begitu rakus menyesap puting-puting susu pemberi sumber kehidupan bagi koloni kelelawar hitam.

Melihat kejadian itu sontak membuat hati Pan Dadang gugup. Berbalik ke belakang. Dan lari sekencang-kencangnya tak memperdulikan tiram yang menggores betis dan telapak kakinya.

Berteriak sekencang-kencangnya di jalan desa meski napasnya ngos-ngosan, “Nyi Tenni menyusui kelelawar,” ucap Pan Dadang “Gawatttttt… gawatttt.” Teriak Pan Dadang pada suatu sore.

***

Tanpa sadar Nyi Sanah sudah berada di ambing pintu. Rindang dan sejuk menerpa kulit. Matanya menyorot ke seluruh gubuk tua itu. Rumah beratap jerami dan di tiap tiang-tiangnya menempel dua buah lentera. Nyi Sanah tepat berada di depan pintu, bimbang lanjut masuk atau balik pulang. rasa gundah menyerang isi kepalanya. Cukup lama berdiri, lalu datnglah setitik cahaya mendekat kearahnya dari dalam gubuk tua itu.

“Rupanya ada tamu, masuklah jangan sungkan-sungkan cah ayu,” berat Nyi Sanah  melangkahkan kakinya. Tertegun sesaat sebelum tanpa sadar ia menuruti perkataan perempuan yang memegang lentera tadi. “Duduklah,” perlahan Nyi Sanah duduk di amper yang beralaskan tikar dari daun lontar.  “Ada perlu apa kau datang kemari, Nak?” tutur Nyi Tenni kemudian.

Hening tatkala Nyi Tenni melontarkan kata-kata yang membuat hatinya bimbang, “Sa…sa…saya kepengin punya anak laki-laki, Nyi!. Saya sebagai perempuan merasa gagal bila tidak melahirkan seorang anak laki-laki,” suaranya terdengar terbata-bata di teling Nyi Tenni. Sejurus kemudian terdengar gelak tawa memancar dari kedua bibir Nyi Tenni. Berdiri lalu melangkah ke bilik, tak selang beberapa lama Nyi Tenni keluar dengan memegang sesuatu dengan kedua tangannya.

“Minumlah dengan sekali tegukan.” Dipegangnya cangkir beling itu. sesaat sebelum cairan itu memenuhi rongga tenggorokannya tercium aroma perpaduan: rempah, melati, kenanga, tapi  lebih dominan aroma amis yang memekikkan hidungnya. Diminumlah ramuan itu, meski beberapa kali menguap. Kembali gelak tawa terlontar dari kedua bibir Nyi Tenni. Nyi Sanah dipandanginya dan perlahan tubuh Nyi Tenni mendekatinya.

Kepalanya mendekat ke arah telinga Nyi Sanah. “Kembalilah besok sore, bawa kebaya warna hijau.” Suara itu mengalun sayu di kuping Nyi Sanah.

***

Kebaya warna hijau tersimpan baik di lemari. Ia tidak pernah memakai sekalipun kebaya maskawin itu. pikirannya mengawang membayangkan tangisan bayi laki-laki berada dalam gendongannya. dilucuti kebaya dari tempat semayamnya, rambutnya tergelung rapi. Lalu dipakainya kebaya itu.

“Kau tetap cantik meskipun tanpa memakai kebaya itu,” tiba-tiba saja suara suaminya mengagetkan. Menoleh ke arah belakang, rupanya Ustad Musleh telah berdiri di balik pintu yang tertutup gorden. Lalu, Ustad Musleh melangkah perlahan dan duduk di ranjang, sementara Nyi Sanah duduk di kursi dengan kaun kebaya masih menempel di tubuhnya. Senyum merekah di bibirnya.

Seperti biasa jika siang tiba suaminya berangkat mengajar di salah satu sekolah madrasah dan pulang setelah hampir adzan maghrib. Dibungkus lah kebaya hijaunya dengan kresek hitam setelah suaminya berangkat. Matahari mulai bergeser ke ufuk barat, tandanya Nyi Sanah harus bersiap-siap.

***

Jangan biarkan perempuan itu lolos, cari dia.Suara itu begitu gaduh.

“Perempuan laknat, penyihir, sesat.” Umpatan demi umpatan terlontar dari mulut rombongan yang memenuhi gubuk tua Nyi Tenni. Sontak Nyi Sanah menghentikan derap langkahnya untuk menuju ke gubuk itu.

“Apa yang terjadi, Nyi Tenni tidak salah, dia orang baik.” Gumam dalam hati Nyi Sanah. Ia hanya bisa menyaksikan kejadian itu dari balik pohon tinjang yang menjulang.

“Seret dia keluar. Dasar perempuan terkutuk.Pintu gubuk itu dibuka secara paksa, semua rombongan memenuhi halaman, beberapa orang masuk ke dalam gubuk. Tak lama Nyi Tenni telah berhasil mereka seret. Di seretnya tubuh ringkih perempuan tua itu ke halaman. Betapa tak disangka di dalam dada Nyi Sanah sebelumnya, yang paling depan dan yang menyeret tubuh Nyi Tenni adalah suaminya sendiri.

“Bakar saja perempuan ini” teriak yang satu

Ia bakar sajateriak yang lain,

Tiba-tiba, secepat angin koloni  kelelawar muncul begitu saja dari sela-sela pohon tinjang mengerubungi rombongan itu, cericitnya mengalahkan suara rombongan. Sontak orang-orang yang mau menghakimi Nyi Tenni terkejut dengan kehadiran mahluk menjijikkan itu.  dengan langkah terbata-bata Nyi Sanah membalikkan tubuhnya dan lari sekencang mungkin keluar dari rimbunan pohon tinjang itu tanpa memperdulikan kebayanya yang jatuh di lumpur laut. Sementara suara yang mirip teriakan dan cericit kelelawar terus saja bergaung memenuhi rongga di telinganya.

*Penulis merupakan Mahasiswa Bahasa & Sastra Indonesia Universitas Madura. Menulis puisi, cerpen, cernak, carpan serta beberapa karya resensinya telah dimuat di beberapa media cetak maupun online.

The post Nyai yang Menyusui Kelelawar appeared first on Suaka Online.

Inkonsistensi Kemenag dan Kampus: Tuntutan Keras Dibalas Harapan Palsu

$
0
0
Ilustrasi: Hamzah Anshorulloh/Suaka

Oleh: Muhammad Rifqi

Belum kering tanah di lapang mendung telah kembali datang, mungkin itulah sedikit kalimat puitis untuk menggambarkan keresahan dan kekecewaan mahasiswa UIN SGD Bandung, terkhusus seluruh mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ataupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pada umumnya.

Mengapa demikian? Sebenarnya jawaban dari pertanyaan tersebut kita sudah saling mengetahui bahkan merasakan sendiri. Perkuliahan yang di rumahkan dengan segudang hambatan dan permasalahan yang dijalankan ini membuat mahasiswa menjadi menaruh banyak harapan kepada pemangku kebijakan di tataran kementrian maupun di tataran perguruan untuk memperhatikan kondisi mahasiswa yang kelabakan di tengah pandemi dalam membiayai operasional perkuliahan.

Jutaan harapan dari mahasiswa tersebut berubah menjadi gumam yang semakin hari menjadi bertambah besar, sejalan dengan kondisi mahasiswa yang merasa kian berat membiayai operasional perkuliahan tersebut yang minim bantuan ataupun perhatian. Logikanya sederhana,  mahasiswa dituntut melaksanakan perkuliahan daring sementara untuk mengakses jaringan mereka harus membiayai sendiri, tentu untuk seminggu-dua minggu mahasiswa masih bisa mengusahakan untuk membelinya meskipun terbelit dengan kebutuhan lain.

Tapi kenyataannya mulai dari keluarnya Surat Edaran Kemendikbud untuk pembelajaran daring tanggal 17 Maret 2020 hingga sampai tulisan ini dibuat, mahasiswa khususnya PTKIN tetap saja harus mengeluarkan kocek yang cukup besar setiap minggunya untuk membiayai hal tersebut.

Di saat mahasiswa menunggu kerang ajaib turun di tengah permasalahan yang mereka rasa, secercah kebahagiaan pun datang.  Dengan Surat Edaran Nomor. B-752/DJ.I/HM./04/2020, Kemenag mengambil langkah strategis guna mengatasi penurunan ekonomi mahasiswa karena imbas pandemi ini dengan kebijakan mengurangi UKT semester ganjil 2020/2021 dengan besaran minimal 10% pemotongan. Tentunya kebijakan ini kecil-besarnya memberi kebahagian bagi mahasiswa yang mabuk diberuk berayun karena setidaknya telah ada perhatian kepada mahasiswa.

Namun nampaknya kebahagiaan itu hampa karena belum terasa, bahkan berujung kecewa karena ketidakjelasannya kebijakan atas hal itu, diskon minimal 10% yang sudah terbilang kecil tersebut akhirnya kembali dicabut. Surat pencabutan itu dengan Nomor. B-802/DJ.I/PP.00.9/04/2020 tertanggal 20 April 2020. Mahasiswa merasa terkena prank lelucon praktikal yang dimainkan oleh beberapa orang, yang umumnya menyebabkan korbannya kaget, dan tidak nyaman atau keheranan. Sontak mahasiswa pun merana, merasa dijadikan bahan lelucon karena kebijakan yang menyangkut mahasiswa telah permainkan. 

Konsekuensi dari kasus tersebut membuat gelombang salju perjuangan mahasiswa semakin membesar. Mahasiswa PTKIN seluruh Indonesia menyatukan suara, bahu membahu menggencarkan aksi-aksi yang difokuskan untuk menuntut pemangku kebijakan mengambil langkah tegas yang pro terhadap mahasiswa.

Media-media sosial penuh dengan gumam baik yang ditujukan kepada perguruan tinggi masing-masing atau langsung kepada kementrian terkait. Itulah sekelumit gambaran permasalahan mahasiswa PTKIN skala nasional, kita tinggalkan dulu pembicaran di sana, mari kita kerucutkan kepada persoalan-persoalan mahasiswa UIN SGD Bandung kaitan dengan universitas.

Merupakan hal wajar jika saat ini mahasiswa UIN SGD Bandung mulai dari organisasi mahasiswa intra dan ekstra kampus, unit kegiatan mahasiswa, aliansi-aliansi, forum-forum dan teman mahasiswa lainya berbicara, berdiskusi, mengkritik dan memberikan tuntutan kepada universitas perihal UKT. Mahasiswa telah membayar UKT dan sesuai dengan UU 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, UKT yang dibayarkan oleh mahasiswa adalah untuk memenuhi seluruh biaya operasional perkuliahan mahasiswa.

Kemudian UKT yang dibayarkan tentunya tidak terlepas dari hitungan Biaya Kuliah Tunggal (BKT), menurut Permenristekdikti Nomor 5 Tahun 2016 yang terbagi menjadi dua model yaitu Biaya Langsung (BL) dan Biaya Tidak Langsung (BTL). Komponen BL seperti sarana prasarana/alat/media penunjang pembelajaran secara langsung dan BTL seperti; air, listrik dan jaringan atau penunjang pembelajaran secara tidak langsung.

Artinya, dalam konteks perkuliahan secara online, mereka tidak merasakan itu semua yang sudah tercantum dalam BL yang telah mereka bayarkan. Secara sederhana sekalipun libur 1 hari saja, di tengah-tengah jadwal kuliah, maka terdapat nilai lebih BL yang diambil dari mahasiswa oleh kampusnya, sehingga seharusnya mahasiswa mendapatkan kembali uang kuliah yang telah mereka bayarkan atau membebaskan pembayaran UKT di semester depan.

Kemudian karena dalam BTL terdapat komponen jaringan yang tidak kita pakai di kampus, maka kampus sudah seharusnya memberikan hak kuota atau pulsa dan menjadi hak mahasiswa yang harus diberikan oleh kampus agar operasional perkuliahan di rumah bisa berjalan dengan sebaik-baiknya untuk seluruh mahasiswa. Itulah kiranya sebagian dari tuntutan organisasi mahasiswa intra dan ekstra beserta forum mahasiswa lainya yang telah mengirim surat terbuka kepada rektor.

Dengan banyaknya aspirasi yang disampaikan kepada pihak universitas dari mahasiswanya, setidaknya membuat kuping birokrat kampus berdengung. Kita perlu bersenang hati bahwa pihak kampus mendengar tuntutan-tuntutan dari mahasiswa dengan cepat. Berdasarkan Surat dengan Nomor B-111-/UN.05/1.2/PP.00.9/04/2020, pihak kampus mengadakan rapat  koordinasi yang diikuti Wakil Rektor 3 dan Wakil Rektor 2 bersama seluruh Wakil Dekan 2 dan Wakil Dekan 3, para kepala biro dan kabag kemahasiswaan di lingkup UIN SGD Bandung.

Diantara poin yang keluar dari rapat ini khususnya yang berkaitan dengan diskon UKT. Pihak kampus berpendapat bahwa “SK Dirjen No. 657 sampai 697 Tentang Pemotongan UKT 10 % seharusnya tidak mentahsis aturan yang lebih tinggi yaitu KMA, semua PTKIN sepakat belum melaksanakan pemotongan UKT sampai ada aturan yang mengikat dan memerintahkan dalam bentuk KMA kemudian kendala lain ada pemotongan dana BOPTN/RM UIN bandung jumlahnya 22 M” itu penjelasan dari Wakil Rektor 2 yang katanya perlu diketahui oleh mahasiswa.

Lagi-lagi mendengar kabar tersebut kesenangan yang pernah hinggap kini telah kembali lenyap. Pihak universitas masih menolak tuntutan mahasiswa untuk pemotongan UKT dengan alasan belum ada Keputusan Mentri Agama (KMA) dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) universitas ditarik 22 M oleh Kemenag. Pihak universitas beranggapan edaran apapun dari Dirjen Pendis tidak bisa mentahsis KMA, dalam artian pihak universitas mau memotong UKT jika adanya KMA tersebut.

Aneh-aneh saja, justru mahasiswa menuntut universitas itu karena sakit hati dengan guyonan Kemenag, sedangkan universitas malah menunggu keputusan Kemenag yang suka bercanda itu. Padahal untuk pemotongan UKT ini bisa saja rektor mengeluarkan surat keputusannya,  jika pihak universitas kekeuh harus ada pijakan aturan yang tinggi untuk hal ini rektor dapat mengingat UU. No. 22 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan PP No. 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.

Kemudian produk hukum dari Kementrian Agama seperti PMA RI No. 7 Tahun 2013 Tentang Organisasi dan Tata Kerja UIN SGD Bandung,  KMA No. 211 Tahun 2018 Tentang Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di Kemenag TA 2018-2019, PMA RI No. 14 Tahun 2015 Tentang Statuta UIN SGD Bandung terlebih lagi jika melihat BAB X Tentang Pendanaan dan Kekayaan yang dikelola secara otonom oleh universitas dimana rektor memegang kewenangan mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggung jawaban serta rektor dapat membuat keputusan juga mengajukan perubahan pengelolaan keuangan selama tahun penganggaran berjalan.

Kita rasa mengingat peraturan-peraturan di atas sudah cukup bagi rektor untuk membuat kebijakan pemotongan UKT, dengan memperhatikan surat Kemendikbud Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19, kemudian Surat Sekjen Biro Keuangan dan BMN Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3767/a.a2/ku/2020 Tentang Refocusing Anggaran dan Penggunaan Anggaran Untuk Mendukung Bekerja Dari Rumah dalam Rangka Pencegahan COVID-19.

Tidak menjadi masalah sebenarnya ketika kali ini BOPTN universitas ditarik oleh Kemenag, karena UKT yang mahasiswa bayarkan tetap saja tidak terganggu. Dalam PP No. 26 Tahun 2015, BOPTN merupakan pemasukan dari APBN dan peruntukanya pun jelas berbeda dengan UKT. BOPTN berguna untuk; biaya operasional, biaya dosen (non-PNS), biaya tenaga pendidik (non-PNS), biaya investasi, dan biaya pengembangan.

Sedangkan UKT membiayai komponen BL seperti; BHP Pembelajaran, BHP Sarana pembelajaran, Sarana praktikum, Gedung pembelajaran, Gedung praktikum dan sebagainya yang dalam kondisi ini tidak sama sekali mahasiswa dapatkan. Untuk pemotongan UKT rasanya tidak perlu dikaitkan dengan BOPTN karena seperti kita tahu pemasukan PTN mempunyai banyak sumber. Menurut PP No.26 Tahun 20115 Pasal 11 mulai dari Rupiah Murni, BOPTN, masyarakat, pengelolaan dana abadi, dana usaha PTN, kerjasama Tri Dharma Perguruan Tinggi, pengelolaan kekayaan PTN, APBD dan pinjaman lain.

UKT hanya sebagian dari itu semua, universitas jangan takut rugi dan jangan menakut-nakuti atau memasang muka melaskepada mahasiswa karena ada penarikan biaya oleh Kemenag. Dengan banyaknya sumber pemasukan untuk universitas kita malah menjadi mempunyai anggapan bahwa universitas meraup surplus setiap tahunnya, bukan merugi apalagi kalo cuma untuk balikin UKT satu semester.

Perihal tuntutan subsidi kuota untuk mahasiswa dapat menyelenggarakan perkuliahan yang di rumahkan, kali ini universitas kembali terlihat ketidakseriusanya memberi bantuan kepada mahasiswa. Universitas hanya menyediakan akses pembelajaran gratis untuk mengakses e-knows saja itu pun hanya bisa diakses dengan sebagian provider. Apakah kali ini universitas tidak melakukan analisis kebutuhan lapangan terlebih dahulu?

Aneh, padahal pembelajaran daring mahasiswa tidak hanya menggunakan e-Knows bahkan lebih banyak memakai aplikasi lain seperti aplikasi video conference, website-website, email dan media sosial seperti WhatsApp, Youtube dan lain sebagainya. Meskipun kita tahu ada Surat Edaran pembelajaran Nomor B-47/4/Un.05/I/PP.00.9/04/2020 yang menyebutkan sebaiknya pembelajaran daring dilaksanakan menggunakan e-Knows UIN SGD Bandung.

Pada kenyataanya dosen-dosen lebih memilih media pembelajaran online di luar e-Knows, mungkin karena dosen melihat poin surat edaran di atas hanya bersifat imbauan saja, mungkin dosen-dosen atau mahasiswa merasa e-Knows UIN SGD Bandung masih banyak kekurangan dan banyak kendala sehingga dirasa kurang efektif belajar di sana.

Di samping itu provider untuk mengakses e-Knows tersebut terbatas. Provider atau kartu Subscriber Identity Module (SIM) di Indonesia itu banyak, bukan hanya tiga produk yang dapat dibaca secara mudah, banyak mahasiswa yang tidak kebagian akses pembelajaran gratis ini termasuk penulis sendiri. Malang sekali nasib mahasiswa UIN SGD hari ini, setelah sakit hati terkena guyonan Kemenag, kemudian menuntut kepada universitas namun “lain yang di agak, lain yang kena” yang didapat berbeda dengan yang diharapkan di dalam tuntutan.

Melihat uraian di atas sebenarnya permasalahan bukan terletak pada bisa atau tidaknya universitas memotong UKT dan memberi subsidi untuk mahasiswanya, melainkan mau atau tidak universitas bersungguh-sungguh dengan hati yang ikhlas memperjuangkan mahasiswanya di tengah kondisi darurat COVID-19 seperti sekarang?

Mungkin hari ini universitas tidak mengetahui kepayahan mahasiswanya di lapangan sehingga pengentasan permasalahan ini terkesan tidak sungguh-sungguh, bisa jadi itu hanya untuk menina-bobokan mahasiswanya saja. Oleh karena itu, mari kita ingatkan mereka, kabarkan kepada mereka lantangkan suara kita dan galang persatuan mulai dari kelas-kelas bahwasanya mahasiswa menuntut langkah nyata yang sungguh-sungguh pro terhadap mahasiswa. Hidup mahasiswa!

*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Manajemen Pendidikan Islam semester enam UIN SGD Bandung

The post Inkonsistensi Kemenag dan Kampus: Tuntutan Keras Dibalas Harapan Palsu appeared first on Suaka Online.

Mahasiswa UIN Bandung Raih Juara I Infografis Nasional 2020

$
0
0
Foto: Humas UIN SGD Bandung

Seorang mahasiswi jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT) Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung berhasil meraih juara I Infografis pada perlombaan Festival IQTAF Nasional 2020 bertajuk “Mahasiswa Menulis Tafsir, Gali Potensi dan Daya Pikir Kritis” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa (HIMA) Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IQTAF), Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta yang digelar pada 2-18 Mei 2020.

Mahasiswi semester dua tersebut, Cut Shabrina Dzati Amani menjelaskan cabang perlombaan pada Festival IQTAF Nasional 2020 terdiri dari dua kategori: untuk lomba nasional antar-mahasiswa seluruh Indonesia terdapat lomba menulis Artikel Ilmiah Tafsir dan lomba membuat Infografis Tafsir. Sedangkan untuk lomba internal antar-mahasiswa PTIQ terdapat lomba karya tulis non-Ilmiah. 

Alhamdulillah berkat dukungan, dorongan, arahan dan bimbingan dari semua pihak, dengan izin dan kuasa Allah saya dapat meraih juara satu untuk kategori infografis dengan tema agama dan isu-isu kesehatan,” tegasnya, Selasa (19/05/2020).

Shabrina menegaskan bahwa prestasi ini merupakan prestasinya yang pertama selama perkuliahan. Adapun, Shabrina sejak SMA sudah memiliki beberapa prestasi diantaranya pernah meraih Juara 3 lomba foto Sawala Ecovillage 2017 dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat, Juara 2 Videografi Fisika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan juara 1 Videografi dalam acara CROWN Unpad. 

Dengan diraihnya prestasi ini, Shabrina berharap kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi. “Harapannya prestasi perdana ini menjadi awal saya berkecimpung di perlombaan bidang kealquranan dan tafsir atau pun bidang lainnya di dunia perkuliahan. Dan semoga kedepannya bisa lebih baik lagi, Aamiin,” paparnya.

Dekan Fakultas Ushuluddin, Wahyudin Darmalaksana, sangat mengapresiasi prestasi mahasiswa di lingkungan UIN SGD Bandung. Wahyudin bangga atas capaian prestasi dan mendorong mahasiswa agar mampu mencapai prestasi baik internal maupun eksternal. Prestasi internal meliputi rangking, produk capaian perkuliahan, dan lulus tepat waktu. Prestasi eksternal mencakup aktivitas, kreatifitas, inovasi, dan pengembangan yang menopang penguatan akademik.

“Menjadi juara merupakan kebanggaan untuk semua. Kebanggaan mahasiswa yang bersangkutan, orang tua, himpunan mahasiswa, jurusan, fakultas, dan universitas. Kami ucapkan selamat serta memberikan penghargaan kepada Cut Shabrina Dzati Amani atas prestasi yang telah diraih sebagai Juara I Infografis dalam Perlombaan Festival IQTAF Nasional 2020,” tandasnya.

Wakil Rektor III UIN SGD Bandung, Ah. Fathonih pun merasa bangga. Fathonih mengucapkan Selamat kepada Cut Shabrina Dzati Amani atas raihan prestasi prestisius di tengah aktivitas kemahasiswaan yang sedang menurun karena wabah Covid-19 yang mengharuskan mahasiswa berada di rumah. 

Sumber: Humas UIN SGD Bandung

The post Mahasiswa UIN Bandung Raih Juara I Infografis Nasional 2020 appeared first on Suaka Online.

Mengupas Tuntutan dan Gerakan Forum Dema-F Bandung

$
0
0
Anggota Suaka dan Enam Ketua Umum Dema-F sedang melakukan Diskusi Publik melalui aplikasi zoom, Jumat (22/5/2020). (Ai Siti Rahayu/Suaka)

SUAKAONLINE.COM – Pada Jum’at (22/5/2020) LPM Suaka mengadakan Diskusi Publik  terkait tuntutan dari forum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (Dema-F) kepada pihak Rektorat UIN SGD Bandung untuk memperdalam masalah mahasiswa dalam mengahadapi pandemi Covid-19 melalui aplikasi zoom. Diskusi ini dimoderatori oleh Anggota Litbang Suaka, Aldi Khaerul Fikri dihadiri oleh anggota LPM Suakadan enam Ketua Umum Dema-F.

Ketua Umum Dema-F Ushuluddin, Helmi Myghfaza menjelaskan bahwasanya surat tuntutan yang dilayangkan forum Dema-F ini memuat tiga belas dasar hukum dan beberapa poin yang dijadikan sembilan tuntutan. Pun untuk mempersiapkan dan pengkajian surat tuntutan ini pihaknya memerlukan waktu yang cukup lama.

Sayangnya, surat tuntutan yang dilayangkan pada Kamis (7/5/2020) itu tidak diamini dengan cepat, dan harus menunggu rapat pimpinan terlebih dahulu. Hasil dari rapat pimpinan tersebut diberikan kepada masing-masing Dekanat dan disampaikan kembali kepada setiap Dema-F masing-masing fakultas. Tapi forum Dema-F mengharapkan notulensi rapat pimpinan secara tekstual dan jelas agar tidak mencari informasi lebih lanjut.

Ketua umum Dema-F Sains dan Teknologi, Balqis Tri Oktaria pun mengharapkan demikian. Dia juga mengharapkan bahwa rektorat bisa melakukan audiensi langsung dengan mereka dan tidak melalui pihak Fakultas. Mengingat adanya tuntutan pada poin nomor Empat tentang kesedian pihak rektorat untuk melakukan audiensi.

Ketiadaan Dema-U juga memperhambat jalur koordinasi antara pihak Dema-F dan Rektorat. Karena pada dasarnya ekspansi Dema-U tentu lebih luas dibandingkan Dema-F. Tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat Dema-F untuk terus memperjuangkan tuntutannya. Ketika setiap Dema-F menyatukan visi maka tidak ada yang sulit, menurut Ketua Umum Dema-F Tarbiyah dan Keguruan, Fariz Salman.

Dalam pembahasan konpensasi untuk pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) semester depan, Ketua Umum Dema-F Dakwah dan Komunikasi, Faizal Nailussidqi menyampaikan bahwa konpensasi untuk pembayaran UKT semester depan tidak bisa dilakukan menurut jajaran rektorat, karena adanya pemotongan anggaran kampus senilai 2,2 miliar rupiah.

Padahal, mengingat bahwa UKT dalam Permenristekdikti No. 5 digunakan untuk Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Dimana didalamnya ada penggunaan fasilitas seperti bangunan, jaringan atau fasilitas lain untuk penunjang perkuliahan. Tapi dalam pandemi ini mahasiswa melakukan pembelajaran di rumah dan tidak menggunakan fasilitas kampus.

Ketua Dema-F Adab dan Humaniora, Thariq Farhan mengatakan bahwa sebenarnya konpensasi terhadap pembayaran UKT semester depan bisa dilaksanakan. Karena yang membuat regulasi adalah manusia yang dirasa bisa untuk mengubah regulasi tersebut melihat bagaimana dampak dari pandemi ini. Tinggal bagaimana setiap universitas menyatukan suara sehingga Keputusan Menteri Agama (KMA) bisa memutuskan  konpensasi terhadap pembayaran UKT semester depan.

Helmi menyampaikan pula harus adanya konpensasi terhadap pembayaran UKT semester depan. Menurutnya dari hasil notulensi rapat forum PTKIN No. 2 dinilai egois dan terkesan memikirkan dirinya sendiri. Dia juga mempertanyakan apakah mereka tidak memikirkan banyak juga orang tua mahasiswa yang bekerja sebagai buruh yang di PHK.

Terkait dengan pemberian pulsa atau kuota untuk mahasiswa, Faizal memaparkan bahwa kuota akan diberikan kepada mahasiswa aktif sesuai dengan kategori UKT. Tetapi sampai berita ini dinaikkan belum ada tindakan jelas dan belum ada kepastian regulasi, mekanisme, dan juknis terkait pembagian kuota tersebut.

Langkah yang akan diambil selanjutnya menurut Ketua Umum Dema-F Syari’ah dan Hukum, Syahrianda Juhar adalah melakukan atau menggaungkan poin tuntutan nomor 9 tentang penolakan pembayaran UKT pada semsester depan. Langkah yang diambil ini bukanlah sebagai gertakan. Langkah ini berdasarkan keadaan dilapangan juga keadaan yang dirasakn mahasiswa dalam pandemi ini.

Menurut Farhan gerakan tolak bayar UKT ini akan dilakukan oleh setiap ormawa baik intra atau ekstra kampus. Dia pun mengajak kepada mahasiswa di luar ormawa untuk ikut malakukan gerakan tolak bayar UKT. Helmi juga menambahkan jika tuntuntan-tuntutan tersebut ingin di realisasikan maka ia mengajak mahasiswa untuk mari kita gerak bersama-sama.

Reporter: Fauzan Nugraha/Magang

Redaktur: Awla Rajul/Suaka

The post Mengupas Tuntutan dan Gerakan Forum Dema-F Bandung appeared first on Suaka Online.

Konferensi Pers LBH Jakarta Terkait Kasus Penangkapan Anarko Sindikalis

$
0
0
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengadakan Konferensi Pers melalui Daring terkait Penghalangan Akses Bantuan Hukum dan Unfair Trial oleh Kepolisian pada Penyidikan Kasus “Vandalism Anarko” pada Rabu (20/5/2020). (Diyanah Nisa/Magang)

SUAKAONLINE.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengadakan konferensi pers terkait Penghalangan Akses Bantuan Hukum dan Unfair Trial oleh Kepolisian pada Penyidikan Kasus “Vandalism Anarko” pada Rabu (20/5/2020). Konferensi tersebut dimoderatori oleh perwakilan dari LBH Jakarta, Annisa Fadhilah, dan menghadirkan eks Kuasa Hukum pelaku Jakarta dari LBH Jakarta, Shaleh Al-Ghifari; perwakilan dari Kontras, Andi Rezaldy; perwakilan dari Lokataru, Haris Azhar; kuasa hukum pelaku Malang dari LBH Pos Malang, Tri Eva Oktaviani; dan perwakilan keluarga pelaku Riski dan Rio, Yeni Wulan Sari dan Ance Pattinama.

Terhitung 38 hari sejak penahanan empat orang tersangka kelompok anarko sindikalis yang ditangkap atas vandalism di Tangerang, pelanggaran hak asasi tersangka, termasuk salah satunya penghalangan akses bantuan hukum oleh LBH Jakarta terjadi. “LBH Jakarta sebagai tim Advokasi untuk Demokrasi baru bisa menemui tersangka pada hari ke-25 paska penangkapan,” ungkap Fadhilah membuka konferensi tersebut.

Selanjutnya, pihak keluarga pelaku mengungkapkan bahwa penangkapan mereka tidak disertai penyerahan surat perintah penangkapan dan baru didapat mereka pada hari ketiga setelahnya. “Menemui mereka juga sulit dapat izinnya karena lagi (pandemi-Red) COVID-19,” ungkap pihak keluarga Rio, Ance Pattinama. Keluarga Riski, Yeni Wulan Sari juga menyebutkan bahwa dia melihat adanya lebam di rahangnya saat Riski berhasil ditemui yang menandakan adanya kekerasan yang terjadi ketika pemeriksaan.

Penetapan pengacara juga seharusnya dapat dikembalikan kepada kemauan tersangka. Pada saat itu, Rio telah meminta keluarganya untuk mencari bantuan hukum dari LBH Jakarta, tapi oleh POLDA ditunjuk pengacara atas nama Halim Darmawan. Selanjutnya, pelaku meminta pengalihan kuasa hukum dari Darmawan ke LBH Jakarta, akan tetapi di persulit oleh pihak kepolisian. “Tersangka berhak untuk memilih sendiri pengacaranya,” tegas Al-Ghifari menyatakan isi Pasal 55 KUHAP. Lebih lanjut, pengalihan yang seharusnya hanya perlu pernyataan dan tanda tangan pelaku harus didiskusikan terlebih dahulu dengan pengacara sebelumnya.

Kabar selanjutnya pada tanggal 19 Mei, kuasa hukum LBH Jakarta diputus secara sepihak dengan intimidasi yang dialamatkan oleh kepolisian ke pelaku. Penghalangan akses bantuan hukum ini melahirkan pertanyaan pada mereka mengenai kebenaran kasus ini. Apalagi melihat tuduhan akan melakukan kerusuhan dan penjarahan pada pelaku yang sama sekali tidak terbukti. Hal-hal tersebut melahirkan asumsi dan menunjukkan kejanggalan-kejanggalan dalam prosesnya.

Penangkapan serupa juga terjadi di Malang, mendapatkan perlakuan lebih baik, pelaku dipersilahkan untuk mendapat bantuan dari LBH Pos Malang sejak awal ditangkap. Terlepas dari hal tersebut, Eva menyatakan bahwa pasal yang dituduhkan pada pelaku dirasa janggal. Pasal 160 KUHP tentang penghasutan dan keputusan MK yang mengubah pasal tersebut dari delik formil menjadi delik materiil menyatakan bahwa penghasutan tersebut harus ada dampaknya terlebih dahulu baru bisa dipidanakan. Sedangkan, ketiga pelaku tersebut hanya melakukan corat-coret/vandalisme saja dan tidak berdampak pada kericuhan.

Perwakilan KONTRAS, Andi Rezaldy menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran yang dilakukan kepolisian ke tahanan dan menganggap penahanan ini merupakan bentuk kekerasan negara untuk membungkam aspirasi. Penangkapan yang tidak sesuai prosedur hukum, dirumorkan akan melakukan serangan se-pulau Jawa dengan memanfaatkan dampak ekonomi ketika momentum wabah menjadikan seolah-olah kelompok anarko sindikalis sebagai kambing hitam atas apa yang kemungkinan akan terjadi. “Pemerintah tidak dapat menanggulangi dampak ekonomi akibat wabah, kayaknya pemerintah akan menutupi kegagalannya dengan kelompok ini.” Ungkap anggota Lokataru, Azhar menyatakan asumsinya atas kejanggalan kasus ini.

“Yang kasus adalah polisi yg nangkep sewenang-wenang.” Tambahnya ketika membahas mengenai anarko sindikalis yang tidak terbukti melakukan tindak pidana. Beliau menyayangkan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kepolisian yang malah menuduh orang lain melanggar HAM. Selanjutnya, beliau meminta Wassidik/Kompolnas/Ombudsman untuk dapat memeriksa pihak kepolisian agar kasus-kasus seperti ini dapat terselesaikan dan tidak terjadi lagi.  “Komnas HAM dan Ombudsman harus aktif reaktif melakukan pemeriksaan ke institusi pemerintahan khususnya atas pengahalangan bantuan hokum.” Pungkasnya.

Reporter: Diyanah Nisa/magang

Redaktur: Awla Rajul/Magang

The post Konferensi Pers LBH Jakarta Terkait Kasus Penangkapan Anarko Sindikalis appeared first on Suaka Online.

72% Mahasiswa Tidak Tahu Ketua Sema-U

$
0
0

SUAKAONLINE.COM , Infografis – Berdasarkan hasil riset yang Suaka lakukan, mahasiswa UIN Bandung cenderung lebih banyak tahu tentang Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) dalam defenisinya sebagai lembaga jiplakan DPR ketimbang tahu Sema-U berdasarkan keterwakilan mahasiswa dan kinerjanya. Dari 83 persen responden yang mengaku tahu Sema-U, hanya 17 persen dari mereka yang juga tahu struktur kepengurusannya. Belum termasuk dengan data yang juga menunjukkan, hanya 34 persen yang tahu tentang Sema-U juga tahu siapa ketua Sema-U dan 23 persen yang tahu delegasi fakultasnya di Sema-U.

Catatan penting lainnya, hampir setengah dari responden yang tahu Sema-U justru tidak paham dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Sema-U. Termasuk, hampir seperempatnya juga tidak bisa membedakan antara Sema-U dan Dema-U.

Mayoritas dari responden yang mengaku tahu tupoksi Sema-U, menuliskan tiga pekerjaan utama yang dilakukan Sema-U adalah sebagai berikut; membuat peraturan, membentuk dan mengawasi Dema-U,  serta berperan sebagai aspirator bagi mahasiswa. Tapi, apakah ketiga pekerjaan tadi sudah berhasil terealisasi?

Masalahnya kinerja Sema-U dalam setahun terakhir dipenuhi rapor merah. Makanya tidak mengherankan kalau kepengurusan periode ini kian banter diterpa kritik sekalipun masa baktinya yang tepat setahun sudah berakhir sejak awal Mei kemarin. Funsgi legislasinya tidak terlaksana, karena tidak ada Undang-Undang (UU) baru yang diterbitkan periode ini, sementara produk hukum yang masih ada sekarang hanyalah peninggalan pengurus Sema-U sebelumnya

Selain itu, mereka juga tidak berhasil melaksanakan Musyawarah Mahasiswa (Musma) untuk memilih Ketua Dema-U yang baru. Berbulan-bulan lamanya terbengkalai, proyek ini tak kunjung beres bahkan sampai kepengurusan mereka sendiri sudah habis.  Dengan begitu, saat ini Ormawa setingkat universitas yang masih aktif benar-benar kosong.

Kegagalan Sema-U membentuk Dema-U jadi sorotan penting. Karena dalam wawancaranya kepada Suaka, Wakil Rektor 3 bidang Kemahasiswaa, Ahmad Fathoni mengatakan, kesuksesan Pemilu berdampak signifikan terhadap penilaian keberhasilan kerja Sema-U, “Kalau Sema (Sema-U) hari ini sukses menggelar Dema (Dema-U), maka sukseslah kepengurusan Sema untuk periode 2019. Jadi kalau tidak suskses, bukan kegagalan tapi ada satu hal yang belum bisa dikerjakan oleh Sema,” ujarnya, Senin, (17/2/2020)

Meski begitu, kemelut yang menerpa kepengurusan Sema-U periode 2019-2020 pada kenyataannya sudah dimulai sejak awal mereka dibentuk. Penyeleksian daftar pengurus Sema-U dianggap minim komunikasi dan koordinasi dengan jajaran Sema-F. Walhasil sebelum mereka resmi dilantik pada 10 Mei 2019, lima Sema-F lebih dulu menarik diri dari dukungannya kepada kepengurusan yang akan di lantik. Kelima Sema-F yang menolak pengukuhan tersebut yaitu Sema-F Tarbiyah dan Keguruan, Sema-F Sains dan Teknologi, Sema-F Syariah dan Hukum, Sema-F Psikologi serta Sema-F Dakwah dan Komunikasi.

Peneliti: Abdul Azis Said/Suaka

Desain: Hamzah Ansharulloh/Suaka

The post 72% Mahasiswa Tidak Tahu Ketua Sema-U appeared first on Suaka Online.

KKN-DR Tetap Dilaksanakan Meski Marak Penolakan

$
0
0
Forum Lintas Organisasi Daerah menggelar Dialog Publik membahas tentang KKN DR, melalui aplikasi Zoom. Diskusi ini dihadiri oleh Kepala Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat (KPM) LP2M Aep Kusnawan, sejumlah Ketua Umum Orda dan partisipan mahasiswa angkatan tahun 2017, Rabu, (3/6/2020). (Fauzan Nugraha/Magang).

SUAKAONLINE.COM – Dilatar belakangi oleh banyaknya pro-kontra dilaksanakannya Kuliah Kerja Nyata dari Rumah (KKN-DR), Forum Lintas Organisasi Daerah mengadakan Dialog Publik virtual mengenai kemutlakan dilaksanakannya KKN-DR bersama Kepala Pusat Pengabdian Kepada Masyarakart (PKM), LP2M UIN SGD Bandung, Aep Kusnawan pada Rabu (03/06/2020). Dialog publik yang dilaksanakan melalui aplikasi Zoom ini dihadiri oleh beberapa Ketua Umum setiap Organisasi Daerah (Orda) dan partisipan mahasiswa angkatan 2017.

Diskusi ini berawal dari konsolidasi Ketua Umum Orda di lingkungan UIN SGD Bandung yang ingin mengajukan KKN di daerahnya masing-masing. Namun dengan adanya pandemi Covid-19 akhirnya konsolidasi kedua digelar dan menghasilkan kesepakatan untuk membuat diskusi publik terkait KKN-DR.

Dalam dialog publik tersebut, Kepala Pusat PKM LP2M UIN SGD Bandung, Aep Kusnawan menjelaskan bahwa sebelum adanya pandemi COVID-19, pihak LP2M sudah melakukan kajian terkait KKN yang akan dilaksanakan pada tahun 2020. Dalam kajian tersebut, menghasilkan dua jenis KKN yaitu KKN dalam negeri dengan enam kategori, dan KKN luar negeri dengan empat kategori.

Aep juga menuturkan bahwa KKN-DR bukanlah singkatan dari Kuliah Kerja Nyata Daring melainkan Kuliah Kerja Nyata dari Rumah, sehingga mahasiswa bisa melakukan KKN-nya dari rumah di daerahnya masing-masing. “KKN-DR ini tidak seperti KKN biasa yang difokuskan di satu Kabupaten dan tersebar di Desa, sekarang saatnya mengabdi dan berbaur di daerah rumah masing-masing agar masyarakat tahu kiprah anak UIN di lingkungan sekitarnya,” ujarnya.

Menurutnya, kebijakan mengenai KKN-DR ini berlandaskan pada Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam dan sudah berlaku di berbagai perguruan tinggi. “Kalau dibilang ini kegelisahan Angkatan 17 ya dimaklumi, tetapi saya dapat informasi bahwa pendaftar KKN itu sekitar 5394 dari 6000-an mahasiswa. Jadi kalaupun kawan-kawan keberatan tidak mau ikut, bisa ikut di tahun depan, karena ini landasannya langsung dari Kementerian,” pungkasnya. 

Sementara itu, mengenai sistem pengelompokan, jika pengelompokan dan pelaksanaan KKN dilakukan perwilayah maka pada wilayah zona merah tidak bisa dilakukan interaksi sehingga KKN-DR saat ini dirancang berbasis individu. Kendati demikian, Aep juga menambahkan jika di satu RT terdapat tiga mahasiswa maka tidak dilarang untuk melaksanakan program bersama-sama tetapi laporan tetap dilaksanakan individu. KKN-DR yang merupakan bagian dari perkuliahan inipun diyakini dapat menjadi solusi yang baik seperti halnya perkuliahan yang kini dilaksanakan secara daring.

Hal itu jelas disangkal oleh seorang mahasiswa Ilmu Hadist, Kiki Fadilatur bahwa KKN-DR jelas tidak bisa disamakan dengan perkuliahan. “Justru KKN-DR tidak bisa disamakan dengan perkuliahan, karena secara substansi jelas mengabdi kepada masyarakat. Tidak tepat jika digeneralisir dengan perkuliahan itu sendiri”, tuturnya. Menanggapi pernyataan dari Aep Kusnawan, salah seorang audience dengan nama tertera di Zoom, MAK juga mengutarakan kekhawatiran akan maraknya manipulasi data dan joki KKN yang dilakukan mahasiswa, hal itu pula yang membuat Mak menolak dilaksanakannya KKN-DR ini. 

Menurut MAK yang mengaku dari Jurusan Administrasi Publik ini KKN harusnya dilakukan dengan terjun langsung ke akar rumput (masyarakat,-red). Selain itu, Birokrasi dinilainya tidak demokratis karena tidak adanya dialog dengan mahasiswa padalahal survei yang dilakukan menunjukkan banyak mahasiswa yang tidak setuju dan masih banyak pula mahasiswa yang gagap teknologi (gaptek).

Ketua Umum Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Pimpinan Cabang UIN SGD Bandung, Pijar Maulid mengusulkan solusi untuk melaksanakan KKN reguler pada Januari mendatang. “Karena sudah banyaknya riset yang menyebutkan bahwa pandemi diprediksi berakhir Juli atau September, maka KKN bisa dilakukan secara normal pada bulan Januari. Namun jika pandemi masih berlangsung dan harus tetap KKN-DR maka harus ada Standar Operational Procedure (SOP) yang jelas dan ada aturan khusus untuk mahasiswa yang kesulitan jaringan internet”. Tutup Pijar saat diwawancarai melalui daring. 

Reporter: Fauzan Nugraha/Magang dan Tasya Augustiya/Suaka 

Redaktur: Awla Rajul/Suaka 

The post KKN-DR Tetap Dilaksanakan Meski Marak Penolakan appeared first on Suaka Online.


Ravio Ajukan Praperadilan, LBH Jakarta Gelar Konferensi Pers

$
0
0
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengadakan Konferensi Pers melalui aplikasi Zoom, Kamis (4/6/2020). (Refkyan Mauldan/Magang)

SUAKAONLINE.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengadakan Konfrensi Pers melalui Zoom, Kamis (4/6/2020). Pada Konfrensi Pers ini membahas terkait pengajuan Praperadilan yang dilakukan Ravio Patra atas upaya penangkapan paksa oleh anggota Polda Metro Jaya kepada dirinya bulan April lalu.

Ravio Patra menyampaikan penangkapan yang dialaminya pada Rabu (22/04/2020) yang lalu, sebelumnya diketahui bahwa ponselnya mengalami peretasan dan menyebarkan pesan provokatif yang berasal dari nomornya. Akhirnya ia ditangkap oleh beberapa anggota kepolisian saat mencoba mengungsi mencari tempat aman setelah merasa ada upaya penjebakan kepada dirinya.

Setelah ditangkap, Ravio merasa banyak kejanggalan yang dialaminya selama proses penangkapan, dengan melakukan perlawanan ia mencoba menghindari proses penangkapan. “Saat itu tak satupun yang memberikan identitas, memberikan bukti bahwa mereka dari Polda, akhirnya saya meminta surat tugas, surat penangkapan, tak satupun yang diberikan ke saya,” ungkap Ravio.

Kejanggalan lainnya, setelah dibawa ke polda, banyak barangnya yang disita dan diperiksa tanpa persetujuannya, tempat kediamannya pun digeledah tanpa ada surat penggeledehan. Tidak tinggal diam, Ravio akhirnya menolak dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan dalih seharusnya didampingi oleh kuasa hukum terlebih dahulu.

Menurut Perwakilan Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) Era Purnama Sari, Ravio sudah meminta untuk didampingi oleh kuasa hukum, tapi polisi tetap tidak memberikan akses untuk hal itu. Padahal tuduhan pidana yang disangkakan kepada Ravio memiliki ancaman hukuman lebih dari lima tahun, yang menurut KUHAP wajib didampingi kuasa hukum.

Selama Ravio tidak didampingi kuasa hukum, menurut Era sudah terjadi tindakan-tindakan melawan hukum yang dilakukan aparat polisi, seperti penggeledahan dan penyitaan tanpa surat tugas, lalu ada penerobosan akses ilegal dokumen dan barang pribadi Ravio. “Ternyata Ravio sudah sempat diperiksa tanpa pendampingan kuasa hukum, sudah diperiksa dua kali, satu kali statusnya sebagai tersangka,” ujarnya.

Menanggapi banyaknya kejanggalan, Perwakilan LBH Jakarta Oki Wiratama Siagian mendampingi Ravio untuk melakukan Praperadilan. Menurutnya banyak prosedur yang dilanggar Kepolisian saat penangkapan Ravio Patra.

Oki menyayangkan Ravio yang ditangkap secara sewenang-wenang tanpa ada surat tugas maupun surat perintah penangkapan. Melihat hal itu, Oki merasa perlu adanya Praperadilan untuk menguji apakah tindakan penangkapan, penyitaan dan penggeledahan yang dialami Ravio sudah sesuai prosedur atau tidak.

Menyangkut dalam hukum dan HAM, Perwakilan KontraS Andi Muhammad Rezaldy melihat banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi selama proses penangkapan Ravio, salah satunya dugaan adanya pemberangus kemerdekaan. Dalam HAM menurut Andi, Ravio seharusnya diberitahu saat penangkapan dan diberitahu alasan dirinya ditangkap.

Padahal menurut Andi, Ravio ini tergolong pembela Hak Asasi Manusia yang berkontribusi juga dalam memajukan HAM, sehingga memiliki kerentanan yang lebih. Karena itulah Polisi seharusnya melindungi Ravio bukan justru melakukan penangkapan yang sewenang-wenang.

“Walaupun ada tuduhan tindak pidana yang ditujukan kepada Ravio, polisi seharusnya menghormati prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dan juga sesuai prosedur hukum. Tapi sesuai ketentuan yang berlaku di lapangan, kami menduga tidak benar-benar dilakukan oleh pihak kepolisian,” pungkasnya.

Terkait dengan banyaknya peretasan yang dialami para aktivis, Perwakilan LBH Pers Rizki Yudha melihat hal ini menjadi pola baru dalam waktu yang berdekatan, artinya semua orang punya kerentanan yang sama menjadi korban peretasan. Yudha menilai hal ini perlu menjadi perhatian bersama, karena mengancam keamanan masyarakat sipil tanpa pandang bulu.

Rizki juga mengkritisi dengan masifnya peretasan tapi peraturan perundang-undangan khususnya yang mengatur terkait tindak pidana peretasan ini masih belum jelas alias pasal karet. Yang akhirnya korban-korban peretasan seperti Ravio masih bisa dipidanakan dengan dalih dilaporkan dengan pasal-pasal karet tersebut.

Reporter: Refkyan Mauldan/Magang

Redaktur: Awla Rajul/Suaka

The post Ravio Ajukan Praperadilan, LBH Jakarta Gelar Konferensi Pers appeared first on Suaka Online.

Sejarah New Normal di Masa Lalu untuk Menghadapi New Normal Pandemi

$
0
0

SUAKAONLINE.COM , Infografis – Akhir-akhir ini istilah New Normal sedang hangat-hangatnya dibicarakan di belahan dunia. Lalu, apa  yang dimaksud dari new normal? Menurut World Health Organization (WHO), New Normal yaitu kehidupan sosial dan ekonomi dapat berjalan dengan kebiasaan-kebiasaan baru. Namun jika sudah melewati masa puncak krisis.

WHO pun menegaskan bahwa penerapannya diperbolehkan dalam suatu negara apabila negara tersebut sudah memenuhi pedoman atau protokol New Normal dari WHO. Protokolnya  yaitu saat negara tersebut sudah terbukti mampu mengendalikan penularan COVID-19 dengan sistem penilaian dari sisi epidemologi juga teknis lainnya.

Berdasarkan pengertian New Normal di atas, Associate Professor Universiti Putra Malaysia, Bimo Ario Tejo mengungkapkan pada webinar yang bertemakan “Hidup Bersama Covid-19” via Zoom bahwa New Normal yang sedang hangat dibicarakan ini, bukanlah hal baru di Indonesia. Bahkan kali ini belum seberapa dibanding dulu,  kecanggihan teknologi mampu mempermudah gerak manusia walaupun diam di rumah.

Walau begitu, New Normal saat pandemi ini perlu kehati-hatian. Negara harus tetap berjalan bersandingan dengan problematika ekonomi dan kesehatan. Oleh karena itu, tragedi-tragedi di masa lalu dapat menjadi acuan pembelajaran di masa kini. Begitupun strategi-strategi yang dilakukan pemerintah saat itu untuk kembali tertatih dari kehidupan memprihatinkan, tambahnya.

Ekonomi menjadi alasan utama diadakannya New Normal di Indonesia. Mengutip dari kompas.com, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2020 hanya sebesar 2,97 persen. Padahal himbauan mengenai Covid-19 diumumkan Presiden RI, Joko Widodo pada bulan Maret, yang artinya melambat dibandingkan dengan capaian sebelumnya sebesar 4,97 persen pada periode yang sama 2019.

Melansir dari Liputan6.com, Presiden RI, Joko Widodo menegaskan di istana negara, Jakarta Pusat pada Selasa (2/6/2020) mengenai New Normal  bahwa pemerintah akan membuka kembali sektor perekonomian juga peribadatan. Namun tidak terlebih dahulu untuk membuka sektor pendidikan di sekolah ataupun pesantren. Pemberlakukan New Normal  pun tidak terlepas dari protokol kesehatan yang sudah disiapkan Kementrian Kesehatan begitupun pendisiplinan protokol kesehatan yang dikawal jajaran Polri dan TNI.

Sumber: Kompas.com, Webinar bersama Associate Professor Universiti Putra Malaysia, Bimo Ario Tejo, liputan6.com

Peneliti dan Desain: Nur Alfiyah/Magang

The post Sejarah New Normal di Masa Lalu untuk Menghadapi New Normal Pandemi appeared first on Suaka Online.

Mendapat Intimidasi, Diskusi LPIK Terpaksa Batal

$
0
0
Ilustrasi: Hasna Fajriah/Suaka

Dalam sebuah video singkat kurang lebih satu menit, Ketua UKM Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK), Rizaldi Mina mengklarifikasi kejadian kurang menyenangkan yang menimpanya dan sejumlah pengurus LPIK Kamis sore (11/6/2020), berikut merupakan pernyataan klarifikasi lengkapnya:

“Assalamualaikum Wr. Wb., Kawan-kawan semuanya, sebenarnya hari ini itu kita di LPIK sudah fix untuk mengadakan diskusi bersama bu DK (inisial) untuk membahas tentang pergerakan mahasiswa UIN Bandung yang diinisiasi oleh #GunungDjatiMenggugat, dan juga beberapa elemen yang lainnya dan membahas mekanisme UKT dan juga KKN daring. Namun, jam 05.00 sore tadi kita dari LPIK mendapatkan pesan dari bu DK, bahwa beliau mendapatkan tekanan untuk tidak mengadakan diskusi ini…”

LPIK rencananya akan mengadakan diskusi melalui siaran langsung Instagram bersama salah seorang dosen Fakultas Syariah dan Hukum, DK pada Kamis malam (11/6/2020). Diskusi bertajuk “Fenomena Perlawanan UIN Bandung: Menakar Ulang UKT di Tengah Pandemi dan Sistem KKN-DR” akhirnya batal diselenggarakan, setelah adanya dugaan intimidasi beberapa pihak kampus terhadap pemateri.

Secara runut, kronologisnya dimulai sejak kamis pagi pukul 09.00 WIB, yaitu pengurus LPIK mulai merancang teknis diskusi. Setengah jam berselang, mereka sepakat untuk memilih DK sebagai pembicara. Dengan rasionalisasi, beliau dianggap sosok yang tepat untuk membahas isu yang akan dibicarakan. Beruntunglah, karena tidak butuh waktu lama untuk meyakinkannya, pada pukul 10.00 WIB pemateri menyatakan kesiapannya.

Perencanaan sudah matang dan pemateri sudah siap, sekitar pukul 12.00 WIB pamflet diskusi mulai dipublikasikan melalui akun Instagram LPIK. Termasuk mulai tersebar melalui percakapan grup WhatsApp. Namun, kabar adanya diskusi ini rupanya tersebar lebih cepat dari dugaan. Karena tidak berselang lama, sekitar pukul 13.00 WIB, pemateri mulai menerima beberapa teguran dari sejumlah pihak yang disebut Rizaldi sebagai “orang di kampus” .

Intimidasi rupanya terus berlanjut hingga puncaknya pada pukul 17.00 WIB, DK mengabari Rizaldi bahwa ia terpaksa batal hadir dalam diskusi karena sejumlah alasan. Dalam wawancara dengan Suaka, Rizaldi  enggan menjelaskan secara rinci bentuk intimidasi apa yang diterima pemateri, ia hanya membenarkan adanya upaya beberapa pihak agar DK menarik diri dari diskusi tersebut, “Perintahnya untuk menarik diri, terus dipanggil,” ungkapnya, Kamis, (11/6/2020).

Akses informasi terkait kejadian ini sepenuhnya hanya didapatkan melalui wawancara dengan Rizaldi, karena menurut keterangannya, DK menolak untuk diwawancarai dan melimpahkan kepadanya setiap proses klarifikasi. Satu-satunya keterangan dari DK yang bisa didapatkan ialah cuitannya di Twitter.

“Mohon maaf seharusnya malam ini kita diskusi tentang pendidikan dan COVID-19, bagaimana seharusnya dunia kampus menyikapinya. Banyak hal yang tak bisa disampaikan. Semoga kita bisa berdiskusi lain waktu. Tetap semangat #GunungDjatiMenggugat.” tulis DK dalam akun pribadinya yang diunggah pada Kamis malam.

Diskusi Membahas UKT dan Masalah Kemahasiswaan

Sebagai gambaran terkait penyelenggaran diskusi ini, Rizaldi menyebut tujuan utama diskusi ini untuk menghadirkan narasi-narasi akademik dalam berbagai isu, terutama menyangkut masalah yang dialami mahasiswa UIN SGD Bandung saat ini. Karena ramainya isu penolakan UKT, diskusi ini diharapkan Rizaldi mampu memberikan pemahaman terhadap masalah dalam tinjauan teoritis.

“Target kita sebenanrnya untuk menyebarluaskan isu bahwa tolak bayar UKT itu landasan normatif dan teoritisnya itu seperti apa, karena sejauh ini kebanyakan mahasiswa masih comat-comot terkait pengetahuan isu,” sebutnya.

Agenda ini juga disambut dengan adanya rencana untuk membuat diskusi dalam beberapa sesi. Termasuk keinginan untuk menghadirkan pihak birokrasi kampus dalam sebuah diskusi khusus. Hanya saja, belum juga sesi pertama dimulai, diskusi justru terpaksa dibatalkan karena  sejumlah tekanan.

Dalam siaran persnya yang ikut dibagikan oleh akun Instagram @pembebasanuinbdg, selain mendukung aksi tolak bayar UKT, LPIK juga mengecam tindakan sejumlah pihak yang dianggap telah membatasi kebebasan mahasiswa.

Reporter: Abdul Azis Said

Redaktur: Hasna Fajriah

The post Mendapat Intimidasi, Diskusi LPIK Terpaksa Batal appeared first on Suaka Online.

Warek II: Aksi Gunung Djati Menggugat Tidak Menyelesaikan Masalah

$
0
0
Ilustrasi: Gina Handayani/Suaka

SUAKAONLINE.COM – Dua hari yang lalu, cuitan yang terdiri atas meme, satire, dan parodi dengan tagar #GunungDjatiMenggugat menduduki posisi trending topik Twitter pertama di Indonesia pada Kamis, (11/6/2020). Gerakan tagar yang diinisiasi oleh sejumlah mahasiswa UIN SGD Bandung tersebut menggugat ketetapan birokrasi, salah satunya menuntut adanya kompensasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) karena mahasiswa tidak menikmati fasilitas kampus selama pandemi.

Salah satu Inisiator aksi Gunung Djati Menggugat, yang tidak ingin disebut namanya mengatakan bahwa latar belakang adanya gerakan tersebut karena keresahan mahasiswa terhadap kebijakan yang di keluarkan Kementerian Agama dan Rektor UIN SGD Bandung. Mahasiswa mengeluhkan ketidakjelasan mekanisme pembelajaran daring dengan penggunaan media yang berbeda.

“Mulai persoalan pembelajaran daring, tidak adanya mekanisme yang jelas soal metode serta media di masa pandemi ini. Semisal tiap dosen menggunakan media berbeda-beda, kalau pakai zoom tentu harus menggunakan kouta yang besar. Sedangkan mahasiswa tidak diberikan subsidi atau fasilitas kampus yang memadai untuk melakukan pembelajaran. Padahal itu bagian daripada tanggung jawab kampus karena mahasiswa telah membayar UKT,” ujar Inisiator, Rabu (10/6/2020).

Adapun tujuh poin tuntutan yang dilayangkan kepada birokrasi kampus yaitu; (1) Menuntut kompensasi UKT/SPP sebanyak 50-70% dari UKT/SPP yang telah dibayarkan; (2) Bila poin satu tidak terealisasi, maka kami menolak bayar UKT semester ganji TA 2020/2021; (3) Libatkan mahasiswa dalam perumusan kebijakan anggaran kampus; (4) Menuntut adanya transparansi anggaran; (5) Menolak adanya KKN-DR dengan segala bentuk keterpaksaannya;

(6) Menuntut perbaikan sistem pembelajaran berbasis daring sebaik-baiknya dalam rangka pertanggung jawaban dan pembuktian atas hasil akreditasi A dari BAN-PT; (7) Cabut UU PT No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dari tujuh tuntutan tersebut, poin yang paling disoroti adalah tentang pembayaran UKT. Menurut Inisiator dalam UU Kemenristekdikti No. 39 tahun 2017 disebutkan bahwa dana UKT itu dialokasikan dalam enam kategori yaitu; Badan Hukum Pendidikan (BHP) pembelajaran, BHP praktikum, sarana pembelajaran, sarana praktikum, gedung kuliah, dan gedung praktikum. Kemudian penuntutan kompensasi itu berlandaskan karena tidak terpakainya fasilitas tersebut oleh mahasiswa.

Tak hanya itu, transpanrasi anggaran kampus pun menjadi salah satu tuntutan. Inisiator juga mengatakan tidak adanya transparansi anggaran kampus di UIN SGD Bandung. Padahal itu merupakan bagian dari kewajiban kampus dalam memberikan informasi kepada mahasiswa. Hal itu mengacu pada UU No.14 Tahun 2008 tentang Informasi Keterbukaan Publik.

Lebih lanjut, Suaka mencoba menghubungi Wakil Rektor II, Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Tedi Priatna. Dalam tanggapannya mengenai aksi virtual Gunung Djati Menggugat, Tedi menuturkan aksi tersebut bukan sesuatu yang bisa menyelesaikan masalah dan terkait UKT pihak birokrasi masih menunggu keputusan dari Kementerian Agama.

“Menurut saya sesuatu begitu bukan hal yang wah dan tidak menyelesaikan. UKT itu semuanya sama, kecuali jika UIN Jakarta, UIN Jogjakarta dibebaskan, dan UIN SGD Bandung tetep harus bayar UKT ini baru namanya masalah. Oleh karenanya, UIN SGD Bandung sepenuhnya ikut Kementerian Agama,” ungkap Wakil Rektor II, Jumat (12/6/2020).

Sementara itu, mengenai UKT mahasiswa angkatan 2017 yang waktu pembayarannya berbeda, Tedi mengatakan regulasi tersebut merupakan regulasi yang lama sebelum masa pandemi. “Pemajuan pembayaran angkatan 2017 tadinya asumsinya normal. KKN itu masuk ke semester berikutnya, logikanya kalau orang mau melakukan kegiatan harus selesai administrasinya. Itu yang kemudian oleh rektor langsung dieksekusi dan munculah press realease yang kemarin,” tuturnya.

Penggunaan Dana UKT

Sebelumnya, Kementerian Agama mengalokasikan dana 22 miliyar untuk penanganan COVID-19. Menurut Tedi Priatna pemotongan dana tersebut berpengaruh pada alokasi anggaran kampus, seperti pembayaran dosen luar biasa karena tidak menggunakan anggaran negara. Maka pembayaran pun menggunakan UKT.

Tedi juga mengatakan meskipun pembelajaran dilakukan melalui online, namun kegiatan tetap berjalan sama seperti offline. “Meski online, cuma kita masih mengasumsikan bahwa pembelajarannya masih sama seperti offline. Sekarang saya tanya apa dosen tidak dibayar ketika online? Apakah dosen yang membimbing mahasiswa tidak dibayar juga? Apa betul petugas kebersihan kemarin harus kita rumahkan dan tidak digaji? Apa betul listrik tidak usah di bayar?,” ujarnya.

Selain itu, ada beberapa sektor yang memang dialokasikan ke UKT. “Ada sektor-sektor yang memang dialokasikan ke UKT. Misalkan UKT mahasiswa untuk ICT, itu mungkin sekitar 250.000 Rupiah. Karena kemarin tidak dipakai jadi tidak bisa seenaknya dipakai oleh kita, tetap saja nanti kita harus diagendakan untuk kegiatan itu. Lalu misalkan UKT untuk kegiatan wisuda, walaupun wisudanya belum, itu tidak bisa dipakai untuk kegiatan unit cost lain dalam UKT. Jadi tidak bisa semena-mena,” jelas Tedi

Ia juga menjelaskan bahwa UKT yang ada di UIN SGD Bandung, jika dibandingkan dengan unit cost itu masih adanya kekurangan. Dengan begitu harus menambah bantuan melalui Bantuan Oprasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan bantuan lainnya. Maka hilangkan anggapan bahwa UKT nilainya tinggi, apalagi dengan melihat UKTnya memakai kategori sistem subsidi.

Reporter: Aldy khaerul fikri

Redaktur: Hasna Fajriah

The post Warek II: Aksi Gunung Djati Menggugat Tidak Menyelesaikan Masalah appeared first on Suaka Online.

Sema PTKIN Nasional Gelar Rapat Koordinasi Aksi #KemenagBisu

$
0
0
Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (Sema PTKIN) Nasional menggelar Rapat Koordinasi terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa PTKIN via Zoom, Kamis, (11/6/2020). (Anisa Nurfauziah/Suaka)

SUAKAONLINE.COM – Kamis, (11/6/2020) Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (Sema PTKIN) Nasional menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) melalui aplikasi Zoom. Rakor ini membahas aksi penolakan Uang Kuliah Tunggal (UKT), setelah tagar #KemenagJagoPHP sempat viral beberapa pekan lalu. Sema PTKIN Nasional merasa masih perlu suntikan semangat untuk menggencarkan aksinya.

Rakor yang molor satu jam lebih dari yang dijadwalkan ini, dihadiri oleh beberapa perwakilan Sema PTKIN. Namun, Senat Mahasiswa UIN SGD Bandung tidak hadir dan hanya dihadiri oleh perwakilan Sema-F Sains dan Teknologi dan Sema-F Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung.

Adapun tujuan diadakannya Rakor tersebut untuk merumuskan gerakan atau aksi selanjutnya yang harus digaungkan kembali oleh mahasiswa PTKIN. Sebelumnya, beberapa PTKIN telah melakukan ragam aksi di masing-masing kampusnya. Akan tetapi, setelah dilakukan evaluasi, tidak ada respon kampus yang signifikan. Sehingga masih perlu adanya aksi serentak dengan memantik kembali seluruh mahasiswa PTKIN.

Sebelum merumuskan aksi lanjutan, Koordinator Pusat Sema PTKIN Nasional, Aghisna Bidikrikal Hasan mengatakan bahwa perlu dipilihnya seorang Koordinator Aksi Nasional yang nantinya diharapkan mampu mengkoordinir dan membawa  tuntutan seluruh PTKIN di Indonesia sampai berhasil dikabulkan.

Kemudian Rakor yang berlangsung hingga pukul 23.00 malam itu, akhirnya berhasil memutuskan tiga poin yaitu; pertama, penunjukkan Koordinator Aksi Tingkat Nasional yaitu Mohammad Amrulloh Iqbal Alma’ruf yang merupakan Pimpinan dari Sema IAIN Diponegoro. Kedua, pembentukkan Tim Koordinator Aksi Pusat yang saat ini sedang dalam tahap penyusunan. Dimulai dari adanya tim media yang akan mengakomodir gerakan media, dan tim kajian kebijakan khusus yang akan mengkaji setiap kebijakan-kebijakan yang ada di Kemenag.

Ketiga, Sema PTKIN Nasional akan melakukan seruan aksi virtual yang dimulai pada Jumat (12/06/2020) pukul 13.00 WIB sampai menang. Dengan menggaungkan tagar #KemenagBisu di Twitter dan media sosial lainnya. Aksi virtual tersebut bisa berupa tulisan, gambar ataupun video yang berisi kegelisahan masing-masing kampus.

Mahasiswa yang terpilih dan akrab disapa Iqbal ini, ditunjuk langsung oleh Koordinator Pusat Sema PTKIN karena dipercaya memiliki kecekatan, berpengalaman dan lebih mengetahui lapangan, mengingat ia telah menjabat dari tahun sebelumnya. “Saya memilih Iqbal karena ketua yang menjabat dari tahun kemarin sampai sekarang salah satunya adalah beliau, dan akses mudah jika sewaktu-waktu harus melakukan audiensi dengan Kemenag”, ujarnya, Jumat (12/06/2020).

Sementara gerakan lainnya, Koordinator Aksi Nasional Sema PTKIN terpilih, Mohammad Amrulloh Iqbal Alma’ruf mengatakan akan ada aksi lanjutan, setelah Tim Koordinator Aksi Pusat melakukan evaluasi terhadap gerakan virtual yang berlangsung hingga hari Minggu. “Sambil menunggu keputusan Kemenag yang katanya mau mengeluarkan kebijakan baru terkait UKT, di hari Minggu nanti kita evaluasi lagi soal gerakan virtual. Kalau memang keputusan dari Kemenag tidak pro dengan kita, baru nanti kita susun turun jalan secara masal atau nasional.” Ujarnya saat diwawancarai Suaka via WhatsApp.

Iqbal juga menyarankan, jika hari ini UIN SGD Bandung tidak ada Organisasi Mahasiswa (Ormawa) tingkat Universitas, maka UIN SGD Bandung bisa menunjuk Koordinator aksi dari jajaran Ormawa Fakultas untuk terus mengadvokasi permasalahan ini. Ia juga bersedia jikalau UIN SGD Bandung meminta bantuan atau dukungan terkait aksi penolakkan UKT yang sedang digencarkan. Kemudian, aksi ini juga diharapkan dapat terus menaikkan isu  penolakkan UKT yang kini tengah menjadi isu nasional, agar segera dilirik dan ditindak lanjuti olehKementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).

Reporter: Tasya Augustiya

Redaktur: Hasna Fajriah

The post Sema PTKIN Nasional Gelar Rapat Koordinasi Aksi #KemenagBisu appeared first on Suaka Online.

Viewing all 968 articles
Browse latest View live