Seorang Orator menyampaikan aspirasi tolak UU Omnibus Law disertai dengan pembakaran ban sepeda motor dan upacara kematian sebagai simbol matinya hati nurani DPR di depan gedung DPRD Jabar, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). (Raissa Shahifatillah/Suaka)
SUAKAONLINE.COM – Sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas, buruh dan gabungan pemuda berbagai komunitas di kota Bandung yang tergabung dalam Aksi Tolak UU Omnibus Law berkumpul dan menyampaikan aspirasi di depan gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). Massa aksi terpantau sudah berkumpul di depan gedung DPRD Jabar sejak pukul 11.00 WIB.
Sejumlah Orator dari berbagai universitas memimpin Aksi Tolak UU Omnibus Law dengan menyuarakan berbagai orasi.“ Mereka telah dimonitor oleh hegemorki, kita rakyat Indonesia tidak boleh terhegemoni. Mereka anggota DPR telah bersetubuh dengan korporat. Kemaslahatan keluarga kita selama 90 tahun telah direnggut. Kami akan terus berdiri disini, memenuhi jalanan. Embarkot, boikot kegiatan DPR! Gerakan Mosi Tidak Percaya!” Seru Malik Fajar, orator yang merupakan Mahasiswa UIN SGD.
Aksi tolak UU Omnibus Law ini menarik berbagai partisipan, tidak terkecuali sejumlah ibu rumah tangga yang turut menyemarakkan aksi tersebut. Yuliyani, ia mengkhawatirkan bagaimana nasib keturunannya setelah Omnibus Law Cipta Kerja disahkan. Ia meminta agar UU ini dikaji kembali, untuk dapat disesuaikan dengan hak dan kewajiban buruh, pekerja dan masyarakat yang terkena dampak dari UU ini.
“Saya memikirkan bagaimana nasib anak keturunan saya kedepannya. UU Cipta Kerja yang disahkan kemarin memiliki banyak keganjilan yang tidak sesuai; menghapus hak cuti melahirkan dan haid contohnya. UU Cipta Kerja ini harus dikaji kembali untuk kiranya disesuaikan kembali dengan hak dan kebutuhan pekerja, buruh, dan yang bersangkutan,” ungkapnya saat diwawancarai Suaka, (6/10/2020)
Aksi tolak UU Omnibus Law awalnya berjalan dengan tertib hingga pada pukul 18.00 WIB. Beberapa demonstran kemudian mencoba merobohkan dan menerobos gerbang gedung DPRD Jabar. Sejak upaya penerobosan gerbang tersebut, Aksi Tolak UU Omnibus Law mulai tidak kondusif. Aksi mulai diwarnai dengan tindakan melempar botol kepada Polisi.
Pukul 19.16 WIB, aparat kepolisian mulai meluncurkan berbagai peringatan dengan menembak ke udara, menyuarakan peringatan serta perintah pembubaran aksi karena demonstran dinilai telah menyampaikan aspirasi secara brutal dan anarkis. Suasana Aksi kembali mencekam saat bentrok dan kejar-kejaran antara aparat kepolisian dan demonstran terjadi. Demonstran mulai terpecah dan berpencaran ke berbagai sudut. Aksi tolak RUU Omnibus Law ini berujung ricuh dan sebuah mobil milik aparat kepolisian rusak.
Dilansir dari Detik.com, terdapat sejumlah titik unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh. Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) 92 Kota Bandung, Hermawan mengatakan, gerakan perlawanan UU Cipta Kerja ini dilakukan di berbagai tingkatan, baik di tingkat perusahaan maupun tingkat kabupaten/kota. Unjuk rasa buruh di Kota Bandung dibagi ke dalam dua titik, yakni Timur yang mencakup wilayah industri di Gedebage dan sekitarnya, kemudian di wilayah Barat yang meliputi Cigondewah, Cibolerang, Kopo dan Soekarno Hatta.
Reporter: Raissa Shahifatillah dan Fauzan Nugraha/Suaka
Ridwan Kamil menemui dan berdialog dengan massa aksi di depan Gedung Sate, Kamis (8/9/2020). (Fauzan Nugraha/Suaka)
SUAKAONLINE.COM – Sejumlah massa aksi dari buruh yang tergabung dalam beberapa serikat buruh atau pekerja, mahasiswa dan pelajar menggelar aksi Tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung Sate, Kamis (8/9/2020). Aksi ini bertujuan untuk mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat untuk menyuarakan aspirasi mereka yaitu menolak disahkannya Undang-undang Omnibus Law..
Salah satu orator, Sidarta, menyampaikan dalam orasinya bahwa Omnibus Law sejatinya akan menggantikan konstitusi secara perlahan tapi pasti. Dengan Omnibus Law juga tidak melindungi rakyat, tidak melindungi hajat dan kepentingan rakyat. Padahal sejatinya adanya UU seharusnya melindungi rakyat, mencerdaskan bangsa dan mensejahterakan rakyat.
Dalam orasinya juga, Sidarta menjelaskan bahwa Omnibus Law bukan hanya menindas kaum buruh, tetapi akan berdampak pada semua masyarakat, terutama siswa atau mahasiswa yang baru lulus sekolah atau kuliah yang kelak akan menjadi buruh juga. Kemudian Ridwan Kamil menemui massa aksi.
Di bawah gerimis hujan, Gubernur Provinsi Jawa Barat Muhammad Ridwan Kamil berdialog di tengah-tengah massa aksi. “Tadi saya sudah mendengarkan aspirasi yang isinya poin-poin ketidakadilan yang ada di pasal-pasal UU Omnibus Law dari mulai masalah pesangon, masalah cuti, izin Tenaga Kerja Asing (TKA), masalah outsourcing, masalah upah dan lain-lain dan dirasakan pengesahannya itu terlalu cepat, untuk UU yang begitu kompleks dan begitu besar,” ungkapnya pada massa aksi.
Dalam dialognya Pemprov Jawa Barat akan mengirimkan surat kepada pemerintah pusat terkait penolakan UU Omnibus Law dari buruh dan untuk meminta Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu). “Dua-dua itu sudah saya tanda tangani. Besok pagi akan dikirimkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada presiden Jokowi. Saya titip, suarakan apapun, tapi jaga ketertiban dan jangan merusak fasilitas umum,” pungkasnya.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Rio, menyampaikan bahwa jika ada pembatalan atau penundaan UU Omnibus Law, maka memungkinkan untuk dilakukannya revisi-revisi terhadap pasal-pasal yang dianggap merugikan buruh. “Dengan adanya pembatalan, tentu UU ini tidak akan berjalan atau ditunda. Berarti ke depan kita masih memungkinkan melakukan yang namanya revisi-revisi terhadap hak-hak yang dianggap oleh buruh itu merugikan terhadap buruh,” ujarnya saat diwawancarai ketika aksi.
Rio juga menerangkan bahwa jika Presiden tidak menerbitkan Perpu, maka mereka akan tetap melakukan aksi dan akan melakukan judicial review. “Kita tetap melakukan aksi di istana dan kita akan melakukan judicial review ke mahkamah konstitusi.” Rio juga menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengawal pemprov Jawa Barat dan penolakan-penolakan di daerah lain.
“Besok secara resmi pemerintah jawa barat akan menyampaikan surat itu ke pemerintah pusat. Tentu dari serikat pekerja akan mengawal sampai presiden mempertimbangkan tentang kondisi yang terjadi di kabupaten/kota di Jawa Barat dan di provinsi-provinsi yang terjadi penolakan omnibus law itu. Sehingga pemerintah dengan alasan itu mengeluarkan omnibus law atau membatalkan melalui perpu.”
SUAKAONLINE.COM – Terhitung dua minggu perkuliahan daring berjalan, mahasiswa masih mengeluhkan tentang kesulitan menggunakan dan mengakses website E-Knows. Pada semester ganjil ini, pihak kampus UIN SGD Bandung mewajibkan kepada seluruh dosen dan mahasiswa untuk menggunakan website E-Knows sebagai media pembelajaran utama.
Salah satu mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Alya Muhtar menyampaikan, pihak kampus belum memberikan sosialisasi mengenai tata cara penggunaan E-Knows kepada mahasiswa, sehingga kerap masih mendapati berbagai kesulitan. “Sekalinya di kasih tata cara juga cuman lewat PDF gitu, nah kan gak semua orang bisa ngerti hanya dengan melihat. Kan ada orang yang ngerti tuh harus mendengarkan, ada orang yang ngerti harus bener-bener dijelaskan secara rinci. Jadi ya belum ada sosialisasi,” jelasnya via WhatsApp, Kamis (01/10/2020).
Alya melanjutkan, bahwa ia tidak mengalami kesulitan dalam persoalan log-in. Namun ia mengaku teman-temannya yang lain mengalaminya. Seperti halnya salah password, ID, server down, bahkan terjadi kesimpangsiuran informasi yang didapat oleh mahasiswa terkait tata cara mengisi daftar kehadiran dalam website E-Knows tersebut
Menanggapi keluhan tersebut Wakil Dekan I Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Enjang A.S menjelaskan bahwa kesulitan dalam menggunakan E-Knows adalah sebuah hal yang wajar. Karena ini merupakan sesuatu yang baru, kemudian mengubah kebiasaan-kebiasaan baik bagi dosen maupun bagi mahasiswa yang selama ini masih menggunakan proses perkuliahan secara konvensional; tatap muka di kelas.
“Paling tidak dengan E-Knows seluruh dosen itu dituntut untuk mempersiapkan perkuliahan di awal-awal perkuliahan dan segalanya harus sudah selesai. Mulai dari RPS, kemudian power point, atau bahan ajar yang lainnya. Yang pada akhirnya ini akan menuntut seluruh dosen maupun mahasiswa memahami betul bagaimana perkuliahan menggunakan E-Knows sebagai media perkuliahan ini”, tuturnya saat di wawancarai via WhatsApp, Senin, (05/10/2020).
Enjang juga menjelaskan bahwa untuk persoalan yang dihadapi, baik sebagai mahasiswa maupun bagi dosen, kita selalu dan akan terus melakukan literasi E-Knows ini kepada seluruh dosen dan mahasiswa. Kemudian bagi mahasiswa selalu disosialisasikan dalam bentuk tutorial. Baik tutorial dalam bentuk manual maupun tutorial dalam bentuk digital atau video-video pendek yang menjelaskan tentang bagaimana memanfaatkan E-Knows.
Menurut salah satu staf Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (PTIPD) bagian E-Knows, Rahmat Jaenal menyampaikan, PTIPD sudah menyebarkan tim helpdesk di setiap fakultas. “Sebenarnya dari kami ada tim helpdesk yang disebar ke setiap fakultas untuk menangani keluhan-keluhan dari mahasiswa. Jadi di setiap fakultas itu ada penanggung jawabnya dari PTIPD. Setiap fakultas satu orang dari PTIPD untuk menangani hal itu, baik dari sisi mahasiswa maupun dosennya,” ungkapnya Selasa (06/10/2020).
Rahmat juga menambahkan bahwa nomor penanggung jawab setiap fakultas sudah disebarkan melalui grup umum UIN SGD Bandung di aplikasi Telegram. Maka bagi mahasiswa yang mengalami kendala dalam menggunakan website E-Knows bisa menghubungi nomor penanggung jawab fakultasnya masing-masing.
“Terkait server down, nah itu memang kendala dari kita. Memang servernya ini server yang ada gitu, jadi sebetulnya pengguna banyak sementara kapasitas servernya terbatas. Nah sekarang tuh lagi ada rencana mengembangkan ini dari sisi infrastrukturnya, cuman enggak tau dananya gimana gitu, tergantung kebijakan.” Tutupnya.
Massa aksi melakukan kericuhan dalam aksi menuntut pencabutan UU Omnibuslaw di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Kamis (8/10/2020).(Syifa Nurul Aulia/Suaka)
SUAKAONLINE.COM- Pada pekan lalu, setelah disahkannya UU Omnibus Law, lapisan elemen mahasiswa maupun masyarakat dari berbagai daerah berbondong-bondong untuk menuntut pencabutan UU Omnibus Law yang dirasa sangat merugikan, terutama masyarakat yang berprofesi sebagai buruh. Mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di Bandung juga menggelar aksi demonstrasi di Gedung DPRD Jawa Barat selama tiga hari berturut-turut, Selasa-Kamis (6-8/10/2020).
Aksi demonstrasi tersebut selalu berakhir dengan ricuh. Sejumlah aparat kepolisian menembakan gas air mata, water cannon, dan bertindak secara represif membuat massa aksi berhamburan serta berguguran. Tak sedikit pula massa aksi yang menjadi korban luka-luka, seperti yang dialami oleh mahasiswa jurusan Manajeman UIN SGD Bandung, Muhammad Aziz Samsul, dan mahasiswa jurusan Teknik Elektro, Ari Hasan Asyari, yang menjadi korban tindakan represif yang dilakukan oleh petugas kepolisian.
Pada Selasa (6/10/2020) lalu, Aziz dilarikan ke Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung lantaran mengalami luka di kepala yang cukup serius, sehingga harus dioperasi. Menurut penuturannya pasca operasi, Aziz menyampaikan bahwa ia tidak mengingat dengan jelas apa yang menyebabkan ia terbaring di tanah dengan keadaan kepala sudah terluka. Pada saat menjelang magrib suasana sudah mulai chaos, awalnya hanya tembakan gas air mata, namun massa aksi membalas dengan lemparan benda seperti batu dan botol.
“Saya tuh mau mundur sama teman, cuman kan udah kacau, udah gelap juga, lampu engga ada. Kata orang yang bawa saya ke rumah sakit, saya tuh udah pingsan dan tergeletak di jalan, dan saya sadar-sadar udah dikerumunin banyak orang,” jelasnya pada Suaka saat dihubungi via WhatsApp, Selasa (13/10/2020). Lebih lanjut, Aziz menjelaskan bahwa sebelumnya tidak ada niatan untuk melakukan operasi, namun ketika akan dijahit di bagian kepala, dokter menyarankan untuk Rontgen, setelah selesai dokter pun mengambil tindakan untuk operasi.
Kemudian ketika Aziz harus dioperasi dan membutuhkan biaya yang cukup besar, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen pun mengadakan penggalangan dana untuk meringankan biaya operasi Aziz, dan penggalangan dana tersebut pun dilakukan selama satu pekan kemarin. “Alhamdulillah, dengan 5-6 hari ini kita open donasi, insyaallah bisa meringankan biaya operasi korban, donasi tersebut dari teman-teman HMJ, teman kelas, hingga yang di luar sana,” papar Syamil, yang merupakan koordinator donasi.
Selain Aziz, Ari Hasan Asyari yang menjadi korban tindakan represif aparat kepolisian pun menceritakan kronologis penangkapan yang menimpa dirinya pada saat aksi demonstrasi Kamis lalu. Menurutnya, saat menjelang sore hari, keadaan mulai memanas dan massa aksi dipukul mundur oleh petugas dari depan DPRD hingga Gasibu. “Waktu itu ada satu aparat yang berpakaian sipil, dan gatau kenapa dia menangkap saya gitu, kemudian saya dilaporkan ke salah satu aparat, saya langsung diambil dan diamankan, kurang lebih pas jam 18.30 WIB,” jelasnya kepada Suaka.
Kemudian pada pukul 19.00 WIB, Ari beserta massa aksi yang lainnya diamankan ke Polrestabes Kota Bandung. Selama diamankan, pihak kepolisian memberi binaan, dan para korban penangkapan dimintai keterangan seperti biodata, tujuan mengikuti aksi demonstrasi serta di foto dari depan dan belakang. Selain itu, petugas pun mengamankan barang yang dibawa massa aksi, seperti tas, handphone, dan lainnya. Namun, pada pukul 23.00 WIB saat ada massa aksi lain yang masih memegang handphone, Ari berinisiatif untuk memberi kabar salah satu temannya melalui Dirrect Massage Instagram.
Akhirnya pada Jumat (9/10/2020), Ari pun dibebaskan dan dijemput oleh pihak jurusan setelah melalui prosedur dengan mengisi surat pernyataan serta diberi peringatan bahwa tidak boleh mengulangi hal tersebut lagi. Di waktu yang sama, Suaka pun menyambangi Polrestabes Kota Bandung untuk meminta keterangan terkait penangkapan massa aksi, namun pihak terkait tidak berkenan memberikan penjelasan kepada Suaka.
Suaka Data Center (SDC) merupakan platform yang menyediakan berbagai data akademik dan kemahasiswaan di lingkungan UIN SGD Bandung. Data sepenuhnya diperoleh langsung dari sumber primer, sepeti Dirjen Pendis Kemenag, Al-Jamiah, Rektorat dan Organisasi Kemahasiswaan. Demi mendukung kelengkapan data, mahasiswa dapat mengusulkan masukan data yang dibutuhkan melalui emai kami risetdata.suaka@gmail.com
Suaka Data Center (SDC) merupakan platform yang menyediakan berbagai data akademik dan kemahasiswaan di lingkungan UIN SGD Bandung. Data sepenuhnya diperoleh langsung dari sumber primer, sepeti Dirjen Pendis Kemenag, Al-Jamiah, Rektorat dan Organisasi Kemahasiswaan. Demi mendukung kelengkapan data, mahasiswa dapat mengusulkan masukan data yang dibutuhkan melalui emai kami risetdata.suaka@gmail.com
Suaka Data Center (SDC) merupakan platform yang menyediakan berbagai data akademik dan kemahasiswaan di lingkungan UIN SGD Bandung. Data sepenuhnya diperoleh langsung dari sumber primer, sepeti Dirjen Pendis Kemenag, Al-Jamiah, Rektorat dan Organisasi Kemahasiswaan. Demi mendukung kelengkapan data, mahasiswa dapat mengusulkan masukan data yang dibutuhkan melalui emai kami risetdata.suaka@gmail.com
Kami melampirkan beberapa berkas edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama yang berkaitan dengan aktivitas akademik dan kemahasiswaan di PTKIN.
Suaka Data Center (SDC) merupakan platform yang menyediakan berbagai data akademik dan kemahasiswaan di lingkungan UIN SGD Bandung. Data sepenuhnya diperoleh langsung dari sumber primer, sepeti Dirjen Pendis Kemenag, Al-Jamiah, Rektorat dan Organisasi Kemahasiswaan. Demi mendukung kelengkapan data, mahasiswa dapat mengusulkan masukan data yang dibutuhkan melalui emai kami risetdata.suaka@gmail.com
Suaka Data Center (SDC) merupakan platform yang menyediakan berbagai data akademik dan kemahasiswaan di lingkungan UIN SGD Bandung. Data sepenuhnya diperoleh langsung dari sumber primer, sepeti Dirjen Pendis Kemenag, Al-Jamiah, Rektorat dan Organisasi Kemahasiswaan. Demi mendukung kelengkapan data, mahasiswa dapat mengusulkan masukan data yang dibutuhkan melalui emai kami risetdata.suaka@gmail.com
Suaka Data Center (SDC) merupakan platform yang menyediakan berbagai data akademik dan kemahasiswaan di lingkungan UIN SGD Bandung. Data sepenuhnya diperoleh langsung dari sumber primer, sepeti Dirjen Pendis Kemenag, Al-Jamiah, Rektorat dan Organisasi Kemahasiswaan. Demi mendukung kelengkapan data, mahasiswa dapat mengusulkan masukan data yang dibutuhkan melalui emai kami risetdata.suaka@gmail.com
Panitia Ad Hoc melakukan sosialisasi pembentukan Ormawa-U periode 2020/2021 via Zoom Meeting, Rabu (14/10/2020).(Fuad Mutashim/Suaka)
SUAKAONLINE.COM – Menjelang pembentukan Sema-U dan Dema-U Panitia Ad Hoc menggelar sosialisasi via Zoom Meeting pada Rabu (14/10/2020). Dalam sosialisasi tersebut Panitia Ad Hoc membeberkan terkait mekanisme pembentukan kepengurusan Sema-U periode 2020/2021 dan pemilihan umum bakal calon ketua Dema-U periode 2020/2021.
Sosialisasi ini diadakan menjadi dua bagian waktu. Pertama, pada pukul 09.00 WIB yang dihadiri oleh ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Dema-F ruang lingkup UIN SGD Bandung, sedangkan yang kedua pada pukul 13.00 WIB yang dihadiri oleh ketua Sema-F dan perwakilan dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Unit Kegiatan Khusus (UKK). Selain itu, kegiatan ini juga diikuti oleh sekretariat warek III dan Kepala Bagian Kemahasiswaan, Wawan Gunawan sebagai panitia pengarah.
Koordinator Ad Hoc, Moh. Falah Alpaizi mengatakan sosialisasi pembentukan Ormawa-U ini dilakukan secara berkala dari tanggal 10-15 Oktober 2020. “Kita sudah mulai gerak dari mulai pembuatan grup WhatsApp dan membuat akun Instagram. Nah kita memberitahukan di grup bahwasannya akan ada pembentukan Dema-U dan Sema-U. Pada tanggal 14 baru kita agendakan tatap muka via daring agar bisa memperjelas dan bisa berdialog secara aktif dengan ketua ormawa mengenai pembentukan Sema-U dan Dema-U,” ujarnya, Rabu (14/10/2020).
Dalam sosialisasi tersebut Falah dan pihaknya menyampaikan terkait bagaimana mekanisme pembentukan Sema-U dan Dema-U. Ia menjelaskan bagi bakal pasangan calon ketua dan wakil ketua Dema-U dapat langsung mendaftar kepada panitia Ad Hoc. Adapun untuk kriteria dan verifikasi calon akan diinformasikan lebih lanjut oleh pihaknya melalui grup WhatsApp dan akun Instagram @adhoc_uinsgd2020.
Lebih lanjut, Falah menjelaskan terkait pemilihan bakal calon Sema-U akan dilakukan melalui pendelegasian tiap fakultas dengan rasio satu berbanding seribu. “Untuk Sema-U sendiri kita koordinasi dengan Sema-F, karena dalam pendelegasiannya juga Sema-F mempunyai peran, jadi sifatnya itu koordinasi dan kerja dengan tetap berlandaskan pada KKM,” ujarnya.
Selama sosialisasi berlangsung, beragam tanggapan pun muncul dari perwakilan ormawa intra kampus. Ketua HMJ Biologi, Jalaludin mengapresiasi hadirnya panitia Ad Hoc untuk menanggulangi kekosongan Ormawa-U di UIN SGD Bandung. Namun, ia amat menyayangkan sosialisasi yang diadakan terkesan terburu-buru dan membatasi aspirasi dari perwakilan tiap ormawa intra, dengan alasan waktu yang tidak memadai.
“Saya sangat menyayangkan karena kemarin di sosialisasi itu masih kurang optimal dalam artian masih ada beberapa aspirasi yang belum selesai. Karena kemarin dari pihak ormawa fakultas se-universitas tidak bisa menyampaikan aspirasinya karena kendala waktu. Ini menjadi soal karena pembentukan Sema-U dan Dema-U pada dasarnya harus sesuai dengan aspirasi mahasiswa,” kata Jalaludin, Kamis (15/10/2020).
Sementara itu, Jalaludin juga berharap ormawa tingkat universitas segera terbentuk untuk mengisi kekosongan yang ada. “Sudah sepantasnya dan seharusnya Sema-U dan Dema-U harus cepat dibentuk. Saya berharap pembentukan Sema-U dan Dema-U ini berjalan dengan lancar, subtansi dan teknisnya bisa dilancarkan tanpa ada kecacatan dan menimbulkan polemik lagi.” Tutupnya.
Berdasarkan data bagian Kepegawaian Al-jamian per-April 2020, total dosen UIN SGD Bandung yaitu 829 orang. Jumlah tersebut terdiri atas 41 orang guru besar, 273 orang berpangkat Lektor Kepala, 428 berpangkat Lektor, 24 orang Asisten Ahli, 62 orang Tenaga Pengajar, dan sisanya 1 orang CPNS Calon Dosen (Cados).
Fakultas Tarbiyah dan Kegurusan menjadi fakultas dengan jumlah dosen terbanyak, yaitu 171 orang. Posisi berikutnya fakultas Syariah dan Hukum dengan masih menggabungkan dengan fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, jumlahnya 121 orang. Posisi berikutnya secara berurutan yaitu, fakultas Dakwah dan Komunikasi memiliki 93 orang dosen, fakultas Sains dan Teknologi serta Dosen Dipekerjakan (DPK) masing-masing 83 orang, Fakultas Adab dan Humaniora serta Ushuluddin sama-sama 80 orang dosen, fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 79 orang, dan fakultas Psikologi 39 orang.
Sementara itu, dari komposisi gender, jumlah dosen di UIN SGD Bandung masih didominasi oleh laki-laki 71,5% dan 28,5% dosen perempuan. Di beberapa fakultas bahkan memiliki komposisi gender yang sangat timpang. Di fakultas Adab dan Humaniora, 81% dosen adalah laki-laki dan hanya 19% yang merupakan dosen perempuan. Meski begitu, di dua fakultas yaitu fakultas Sains dan Teknologi serta fakultas Psikologi memiliki presentase yang hampir seimbang Di fakultas Psikologi komposisi dosen terdiri atas 54% perempuan dan 46% laki-laki, dan di fakultas Sains dan Teknologi memiliki 56% dosen laki-laki dan 44% dosen perempuan.
LPM Suaka melalui sub-divisi Riset, Data dan Informasi melakukan riset eksistensi lembaga organisasi mahasiswa Senat Mahasiswa Universitas (Sema-U) periode 2019-2020. Riset dilakukan pada periode 25 Maret – 11 Mei 2020 dengan jumlah responden 306 mahasiswa. Temuan dalam riset ini dikategorisasikan menjadi dua sub-topik, yaitu eksistensi lembaga dan eksistensi kepengurusan.
Bagian eksistensi lembaga, hasilnya menunjukkan 83% mahasiswa mengetahui keberadaan Sema-U. Meski begitu, Catatan penting ialah hampir setengah dari responden yang mengaku tahu Sema-U justru tidak paham dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Sema-U. Termasuk, hampir seperempatnya juga tidak bisa membedakan antara Sema-U dan Dema-U.
Dari hasil eksistensi kepengurusannya lebih suram lagi. Hasil riset menunjukkan hanya 14% mahasiswa yang tahu daftar pengurus Sema-U, selain itu hanya 19% mahasiswa yang tahu siapa delegasi fakultas mereka dalam struktur kepengurusan tersebut. Termasuk hanya 28% mahasiswa yang tahu siapa ketua lembaga ini pada periode tersebut.
Berdasarkan data dari LP2M pada September 2020, UIN SGD Bandung memiliki 69 jurnal penelitian. Dari jumlah tersebut, 35 diantaranya sudah terakreditasi nasional oleh Science and Technology Index (SINTA). Sebagai informasi, SINTA merupakan platform pengarsipan jurnal yang ditangani langsung oleh Kementerian Riset dan Teknologi.
Berdasarkan data tersebut, fakultas yang memiliki jumlah terbanyakan adalah fakultas Tarbiyah dan Keguruan dengan 8 jurnal terindeks SINTA. Disusul fakultas Ushuluddin dan Sains dan Teknologi yang masing-masing sudah memiliki 6 jurnal terakreditasi. Fakultas Dakwah dan Komunikasi memiliki 4 jurnal, fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 3 jurnal. Fakultas Psikologi dan Syariah dan Hukum masing-masing 2 jurnal, serta fakultas Adab dan Humaniora dengan 1 Jurnal. Selain itu dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) mencatatkan 2 jurnal dan Pascasarjana 1 jurnal.
Dalam grafis tersebut, jurnal dikategorisasi lagi ke dalam beberapa peringkat SINTA. Berdasarkan Peraturan Kemenristekdikti No. 9 tahun 2018 tentang Akreditasi Jurnal Ilmiah, pemeringkatan dibagi atas 6 kelas. Peringkat SINTA 1 menunjukkan kinerja terbaik dengan nilai 85-100, disusul SINTA 2 memiliki nilai 70-85, SINTA 3 bernilai 60-70, SINTA 4 bernilai 50-60, SINTA 5 bernilai 40-50 dan SINTA 6 bernilai 30-40.
Pada tanggal 11-12 Juni 2020, Tim riset LPM Suaka melakukan riset untuk mencari tahu tingkat kemampuan mahasiswa UIN SGD Bandung membyar uang kuliah tunggal (UKT) di tengah kondisi pandemi Covid-19. Kuesioner online yang disebar menhimpun tanggapan dari 2.077 mahasiswa sebagai responden .
Hasilnya riset menunjukkan 85,6% mahasiswa tidak mampu membayar UKT. Hal ini relevan jika melihat hasil riset yang juga menunjukkan 97,7% mahasiswa mengaku terdampak ekonomi akibat Covid-19. Jenis dampak yang mereka rasakan juga beragam, 5,3% mahasiswa mengaku orang tua mereka mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), 17,4% mengeluhkan pengeluaran mereka yang makin membengkak dan 77,3% mengaku mengalami penurunan pendapatan.
Hasil riset ini juga menunjukkan dari 300 responden yang menyatakan sanggup membayar UKT, 90% diantaranya adalah mahasiswa yang terdampak ekonomi akibat Covid-19. Sementara 10% dari mereka mengaku tidak terdampak. Sementara 1.777 mahasiswa yang menyatakan tidak sanggup membayat UKT, 99% mengaku mengalami dampak ekonomi akibat Covid-19, sementara 1% sisanya adalah mahasiswa yang tidak terdampak. Baca hasil lengkapnya disini.
Berdasarkan data dari bagian Kepegawaian periode September 2020, UIN SGD Bandung memiliki 43 guru besar. Dari jumlah tersebut, 42 diantaranya merupakan pengajar di 8 fakultas dan 1 merupakan guru besar yang berstatus sebagai dosen dipekerjakan (DPK).
Grafis di atas menunjukkan dua fakultas yaitu Syariah dan Hukum serta Tarbiyah dan Keguruan merupakan pemilik guru besar terbanyak. Presentasinya 58% guru besar UIN SGD Bandung berada di dua fakultas tersebut, yaitu masing-masing secara berurutan 15 orang dan 10 orang. Selain itu 7 fakultas lainnya masing-masing memiliki jumlah guru besar sebagai berikut..Fakultas Ushuluddin memiliki 4 orang guru besar, fakultas Adab dan Humaniora 3 orang, fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 3 orang, fakultas Psikologi 3 orang, fakultas Dakwah dan Komunikasi 2 orang, serta fakultas Sains dan Teknologi juga punya 2 orang.
Wartawan senior, Askurifai Baksin tengah menyampaikan materi video journalis pada Pendidikan Jurnalistik 2020 yang diselenggarakan oleh FKPMB di gedung KPID Jawa Barat, Sabtu (17/10/2020).(Fuad Mutashim/Suaka)
SUAKAONLINE.COM – Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB) menyelenggarakan Pendidikan Jurnalistik yang ke-4 di gedung KPID Jawa Barat, Sabtu (17/10/2020). Kegiatan yang dihadiri oleh 45 peserta ini, merupakan perwakilan dari 23 pers mahasiswa se-Bandung Raya. Kegiatan ini juga bertujuan untuk meng-upgrade skill jurnalistik tiap insan pers mahasiswa yang tergabung dalam FKPMB.
Dengan mengangkat tema “Peran Verifikasi Pada Era Masifnya Arus Informasi”, Ketua Pelaksana, Riki Baehaki mengatakan tiap pers mahasiswa bisa lebih selektif lagi ketika memilih sumber informasi. Menurutnya, dengan hal tersebut dapat meminimalisir kesalahpahaman dan dapat lebih dipertanggungjawabkan informasi yang diperolehnya.
“Sekarang di era teknologi 4.0, informasi tersebar dimana-mana. Namun tetap, ketika kita membuat berita, mengangkat sebuah isu harus by data, by sumber, wawancara dan sebagainya. Jangan sampai asal comot, sehingga bisa dipertanggungjawabkan gitu sumber ini dari sini, informasi ini dari sini, lebih ke sana sih tujuannya,” ucap Riki pada Suaka, Sabtu (17/10/2020).
Lebih lanjut, Riki menjelaskan bahwa rangkaian kegiatan ini berlangsung beberapa hari. Selama kegiatan berlangsung peserta disuguhkan dengan empat materi pemahaman dasar kejurnalistikan, seperti teknik penulisan, reportase, video journalis dan lainnya. Kemudian akan dilanjut dengan pemberian tugas berupa pembagian isu untuk membuat sebuah tulisan. Penugasan tersebut dikerjakan selama tiga hari dan akan di evaluasi secara online.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) FKPMB, Faqih Zalfitri Razak menyebutkan pihaknya perlu untuk memfasilitasi kegiatan pelatihan jurnalistik bagi kawan-kawan pers mahasiswa. Karena menurutnya, ada penurunan kualitas yang dialami oleh pers mahasiswa khususnya di Bandung Raya.“Setidak-tidaknya kegiatan ini untuk meng-upgrade teman-teman persma. Karena di rasa langsung ke tingkat lanjut (lebih tinggi) terlalu jauh, jadi ada jembatan dulu ini lah ya. Akhirnya FKPMB memfasilitasi itu, ”ujarnya.
Pria yang akrab disapa Izal itu mengatakan, kegiatan ini merupakan program tahunan dari FKPMB. Setiap berganti sekjen atau diadakannya kongres, wacana akan diadakanya pendidikan jurnalistik selalu ada. Namun, hal tersebut dikembalikan lagi kepada sekjen selaku pengemban amanah. Menurutnya, setiap sekjen harus mengetahui kebutuhan dasar pers mahasiswa.
Kemudian, apresiasi baik pun datang dari Koordinator Kelembagaan KPID Jawa Barat, Irianto Edi Pramono. Irianto menyebutkan kegiatan ini sejalan dengan program KPID Jabar yang bergerak dalam pengawasan penyiaran. Menurutnya, kegiatan seperti ini harus tetap berjalan untuk mengedukasi masyarakat, dalam artian mahasiswa dengan bentuk penyampaian informasi yang baik kepada publik.
Di akhir perbincangan, Irianto menaruh harapan kepada pers mahasiswa agar lebih peka dan pandai terhadap kondisi sosial yang sedang terjadi. “Lebih mampu menyerap kondisi sosial yang berkembang, khususnya di masyarakat. Kadang kurang peka dengan apa yang sedang terjadi, begitu juga dalam penyajian jurnalistik. Gunakan kadar intelektualitas saudara-saudara, adik-adik mahasiswa untuk menyempaikan yang sebenar-benarnya kepada masyarakat.” Tutupnya.
SUAKAONLINE.COM, Infografis – Perkuliahan daring telah berjalan selama satu semester dan kini memasuki semester kedua. Selama itu juga mahasiswa dituntut menjalani masa-masa yang tidak biasa, yang akhirnya ikut mempengaruhi kualitas pembelajaran. Berangkat dari hal tersebut, tim riset LPM Suaka menyebar kuesioner secara acak dengan jumlah responden 357 dari Sembilan fakultas. Riset ini dilakukan dari tanggal 23 September hingga 4 Oktober 2020.
Hasil riset tersebut menunjukkan, perkuliahan daring rupanya membuat 87,6% mahasiswa belum mampu memahami materi kuliah secara maksimal, sementara 12,4% menganggap sudah memahami materi dengan baik. Tentu hal ini tidak serta merta hanya dipengaruhi oleh satu faktor perubahan dari offline menjadi online saja. Sedikitnya kami mencatat tiga faktor utamanya, yaitu jadwal perkuliahan yang juga menyangkut intensitas perkuliahan, metode serta media pembelajaran.
Menguliti masalah jadwal kuliah daring yang sering kali tidak sesuai jadwal, hal ini rupanyajuga dikeluhkan oleh 58,6% mahasiswa, sementara 41,4% sisanya menyebut perkuliahan mereka sudah sesuai jadwal. Dari sisi keaktifan dosen masuk mengajar, 57,2% menyebut dosen mereka jarang masuk mengajar, dan hanya 42,8% yang menyebut dosen mereka aktif mengajar.
Fasilitas pembelajaran daring yang terbatas menjadi masalah lainnya. Meski 64,5% menyebut media pembelajaran yang dipakai belum variatif dan cenderung memberatkan, 38,6% mahasiswa menyarankan untuk menggunakan media teleconference (zoom, google meet, dll) yang notabennya membutuhkan fasilitas sinyal yang lebih stabil dan paket internet lebih banyak. Sementara beberapa lainnya 28,9% mengusulkan pembelajaran melalui aplikasi perpesanan, 11,5% melalui video, 9,2% melalui website, 2% melalui podcast dan 9,8% menggunakan aplikasi lainnya.
Meski usulan terbanyak memilih teleconference, universitas juga harus memahami masalah krusial lainnya yaitu terdapat 31,7% mahasiswa yang mengeluhkan keterbatasan paket internet. Selain itu, beberapa kendala lainnya yang ikut menghambat perkuliahan menjadi tidak efektif yaitu kondisi yang kurang kondusif 21,9%, kelelahan fisik dan mental 13,4%, akses terhadap sinyal yang tidak stabil 10,6%, sarana kurang memadai 7,3% dan hambatan lainnya 15,1%.
Bukan hanya mahasiswa dituntut menyesuaikan diri melainkan juga para dosen pun harus lebih keras memikirkan metode pengajaran yang lebih adaptif. Hal ini karena 79% mahasiswa mengeluhkan metode pengajaran dosen yang tidak efektif, sementara 21% sisanya menyebut metode pengajarannya cukup efektif. Sebagai masukan, 47,1% mahasiswa menyarankan perkuliahan dilakukan dengan diskusi, 15,1% ceramah dosen, 10,1% demonstrasi, 9,8% presentase, 4,5 pemberian tugas dan 13,4% sisanya menyarankan beragam metode pembelajaran yang berbeda-beda.
SUAKAONLINE.COM – Ana, bukan nama sebenarnya, kini sudah masuk kelas satu sekolah dasar (SD). Meski tampak seperti anak usia tujuh tahun kebanyakan, tidak ada yang tahu jika ia menanggung trauma sebagai korban kekerasan seksual oleh ayah kandungnya sendiri.
Hampir tiap malam Ana selalu memainkan kelamin dan payudaranya sebelum tidur. Ia juga punya kebiasaan tidur mengangkat bajunya dengan posisi terlentang kedua kaki yang dibuka lebar. Kisah Ana ini dituliskan dalam laporan sebuah media lokal di Nusa Tenggara Barat, gaungntb.com. Semua informasi kondisi Ana ini diceritakan langsung oleh ibu korban.
An Nisaa Yovani, Co-Founder Samahita, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang aktif mendampingi korban kekerasan seksual di kota Bandung, ikut menceritakan tentang pengalamannya mendampingi korban anak. Perempuan yang akrab disapa Yona ini, menyebut kasus pelecehan seksual pada anak memang cenderung dilakukan oleh orang dekat keluarga. Biasanya oleh anggota keluarga langsung, tetangga atau teman dekat keluarga.
“Kalau di Samahita ada beberapa (korban yang didampingi) yang pelakunya kerabat korban,” ungkapnya saat dihubungi melalui pesan whatsapp, Senin, (19/10/2020)
Menilik data dari Catatan Tahunan (CATAHU) 2020 Komnas Perempuan, kasus kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak perempuan. Dalam laporan tersebut, dari 11 ribu lebih kasus kekerasan terhadap perempuan di ruang privat, hampir seperempatnya dialami anak perempuan.
Berdasarkan data tersebut, 57% atau 1.341 dari 2.341 kasus kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP) di ranah privat merupakan kekerasan seksual. Untuk diketahui, Komnas Perempuan membagi kekerasan seksual ke dalam dua kategori. KTAP Inses, yaitu kekerasan yang melibatkan keluarga sedarah, dan KTAP Seksual yang dilakukan oleh orang dekat namun tidak memiliki hubungan darah.
Tingginya kasus inses dalam data tersebut tidak bisa lepas dari keterlibatan anggota keluarga dekat sebagai pelaku. Pasalnya masih dalam laporan yang sama, 44% kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang privat pelakunya adalah paman, ayah kandung, juga ayang tiri/ayah angkat. Meski begitu Komnas Perempuan juga memberikan catatan, hubungan kekerabatan memungkinkan banyak kasus yang tidak berhasil terlaporkan dan terdata.
Ditambahkan Yona, keterlibatan anggota keluarga sebagai pelaku seringkali memanfaatkan statusnya sebagai orang dekat korban. Hal ini yang menyebabkan tindakan pelaku terasa samar. Tampak seperti ungkapan kasih sayang dan tidak dianggap tindakan pelecehan. Bahkan di antaranya ada yang berlangsung hingga anak dewasa.
“Kadang pelaku masih sering minta cium, peluk. Ada yang bahkan hingga menyentuh wilayah privat korban,” ujar Yovi.
Menurut Yona, tindak kekerasan seksual tidak selalu dengan adanya penetrasi alat kelamin. Kebiasaan sehari-hari yang seringkali dianggap lumrah oleh anggota keluarga juga bisa jadi berbentuk pelecehan. Apalagi saat korban merasa tidak nyaman. Sikap anggota keluarga yang acuh bisa jadi memperparah situasi.
“Victim blaming yang paling sering, kadang keluarga juga yang nyalahin korban hingga akhirnya korban cenderung ikut menyalahkan dirinya sendiri,” tambah Yona.
Ini yang menyebabkan, menurut Yona, korban bisa saja mendapat kekerasan fisik dan psikis dari keluarganya. Keluarga menyalahkan cara berpakaian korban dan kebiasaan pulang malam.
“Bisa juga dianggap bukan perempuan baik-baik. Ada juga yang sampai pada tahapan kekerasan fisik yang dilakukan oleh keluarga terhadap si anak tersebut,” ungkapnya.
Selain pelecehan seksual secara fisik, Yona menyebut anak juga rentan terhadap bentuk pelecehan seksual secara online. Pelaku biasanya kerap meminta foto-foto korban tanpa busana atau pelaku yang mengirimkan gambar alat kelaminnya sendiri.
“Terlihat sama dengan kasus Kekerasan Berbasis Gender Onvine (KBGO) pada umumnya, namun lagi-lagi ada relasi keluarga sehingga skema perlindungan pada korban juga akan berbeda,” sahut Yona.
Rapuhnya Peran Perlindungan Keluarga
Selain trauma pasca-kejadian yang dialami anak korban kekerasan seksual, korban juga kerap dikucilkan dari keluarganya sendiri. Tidak jarang korban yang di bawah umur juga terpaksa dinikahkan dengan pelaku dengan dalih penyelesaian masalah secara kekeluargaan.
Hal ini tergambar dalam sebuah liputan Tirto berjudul “Episode Baru Tragedi Penyintas Perkosaan, Paksaan Menikah” 2018 silam. Psikolog Yayasan Pulih, Gisel Tani Pratiwi menceritakan bahwa korban kasus kekerasan seksual yang berada di bawah umur sering dipaksa menikah setelah keluarga mengetahu kehamilan yang dialami. Hal ini dilakukan agar si anak tidak terlahir tanpa ayah.
“Mereka menikah supaya anak yang lahir nanti punya ayah secara hitam di atas putih,” sebutnya.
Bisa dilihat dalam data UNICEF yang menyebut pada tahun 2018 setiap 1 dari 9 perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun. Ada satu juta lebih perempuan usia 20-24 tahun yang perkawinannya terjadi pada usia belum genap 18 tahun, dan 61,3 ribu perempuan usia tersebut yang perkawinannya terjadi sebelum usia 15 tahun.
Saat seorang anak menjadi korban kekerasan seksual biasanya tantangan lain yang dihadapinya adalah tekanan sosial masyarakat sekitar. Hal ini yang menyebabkan orang tua anak cenderung saling menyalahkan. Konflik yang terjadi di antara orang tua ini akan semakin memperkeruh stabilitas korban.
“Bahkan ada beberapa yang orang tuanya jadi berantem saling nyalahin, karena (mereka) nggak tahu inti masalahnya itu ada di mana,” jelas Yona.
Apa yang Harus Keluarga Lakukan?
Sekalipun secara hukum perlindungan terhadap anak diatur di dalam undang-undang, relasi keluarga memungkinkan masih banyak kasus yang tidak dilaporkan dan diproses secara hukum. Ini yang dialami oleh Ana. Ibunya yang ketakutan kalau mantan suaminya akan menyakiti Ana dan dirinya memutuskan tidak melaporkan kejadian pelecehan seksual yang dialami anaknya.
Ibu Ana yang juga merupakan korban KDRT membuatnya tidak berani melarang apabila pelaku membawa korban pergi ke luar rumah. Kisah Ana tersebut jadi gambaran terhadap dampak buruk yang akan dialami anak berupa trauma berkepanjangan. Efek traumatis tersebut bisa saja dirasakan langsung maupun saat sudah dewasa nanti, terutama pengaruhnya terhadap perubahan perilaku korban.
Hal ini dibenarkan oleh Dosen Psikolog Klinis Anak Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung, Rika Rahmawati saat dimintai keterangan Rabu (21/10) lalu. Menurutnya kekerasan seksual terhadap anak dapat berakibat pada perilaku adaptif dengan kehidupan sehari-hari atau lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, Rika menyebut penting agar kehadiran keluarga yang inklusif turut berperan dalam membantu pemulihan korban. Menerima kondisi anak dan mempersiapkan bentuk pemulihan yang dibutuhkan anak tergantung kondisinya masing-masing. Membatasi akses dengan pelaku juga menjadi salah satunya.
“Bisa dibawa ke professional seperti yang berkaitan dengan psikolog, psikiater atau dokter lain. Anak harus didampingi pemulihannya,” saran Rika.
*Tulisan ini bagian dari program Workshop Pers Mahasiswa yang digelar Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) kerja sama dengan Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
SUAKAONLINE.COM, Infografis – Hari Kesadaran Intersex (Intersex Awareness Day) selalu diperingati setiap tangal 26 Oktober, secara Internasional. Interseks merupakan variasi karakteristik kelamin yang berbeda dengan perempuan maupun lelaki, sehingga status kelaminnya ambigu. Istilah interseks berada di antara istilah LGBT-IQ yaitu lesbian, gay, biseks, transgender, interseks dan queer. Masyarakat seringkali menyamakan definisi antara interseks dengan transgender, padahal kedua istilah ini memiliki definisi yang berbeda.
Melansir laman beritagar.id, interseks merupakan istilah umum untuk berbagai kondisi di mana seseorang dilahirkan dengan anatomi reproduksi atau seksual yang tidak sesuai dengan definisi biologis laki-laki atau perempuan. Secara medis interseks disebut juga sebagai Disorder Sex Development (DSD).
Transgender merupakan istilah yang disematkan terhadap orang yang memiliki ekspresi gender berbeda dengan jenis kelamin yang dimiliki dari lahir. Seorang transgender sudah memiliki jenis kelamin yang jelas sejak lahir dengan adanya penis atau vagina, namun ekspresi gender mereka tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.
Lain halnya dengan interseks, individu interseks dilahirkan dalam kondisi fisik perempuan misalnya, tetapi memiliki alat kelamin dan organ reproduksi laki-laki atau jenis kelamin yang ambigu, contohnya anak perempuan yang lahir dengan klitoris yang besar dan mirip penis, atau anak laki-laki yang lahir dengan skrotum terbelah sehingga seperti labia. Di Indonesia sendiri istilah interseks masih dikenal dengan istilah ‘kelamin ganda’.
Dalam beberapa kasus individu interseks memiliki genetika mosaik dimana beberapa selnya memiliki kromosom XX dan beberapa sel lainnya memiliki kromosom XY. Dimana laki-laki memiliki kromosom XY dan perempuan XX, tapi pada individu interseks didapati kromosom XYY. Perbedaan ini berhubungan dengan kromosom, organ internal, atau alat kelamin dan hormon yang tidak sesuai dengan kategori tradisional.
Dilansir dari laman tirto.id, Dokter Ilene Wong, ahli urologi asal Amerika Serikat yang menangani pasien interseks, mengatakan interseks memiliki banyak variasi. Dunia medis mengenal 30-40 variasi yang semuanya tidak bisa diidentifikasi sebagai pria atau wanita. Dalam populasi dunia sendiri ada sebanyak 1,7 % penduduk dunia yang terlahir sebagai individu interseks, presentasinya 1 per 2000 bayi yang lahir. Angka tersebut, memperlihatkan bahwa individu interseks memiliki eksistensi dan tidak langka di dunia. Namun, data dan diskusi yang fokus terhadap interseksualitas sangatlah minim.
Pada akhir tahun 2018, Jerman menjadi negara Eropa pertama yang mengakui adanya gender ketiga ‘interseks’. Pengadilan tertinggi Jerman memutuskan kategori jenis kelamin ketiga selain perempuan dan laki-laki harus diakui saat kelahiran seseorang. Pengakuan tersebut diputuskan atas dasar ajuan kasus seseorang yang tercatat sebagi perempuan namun kromosom yang dimilikinya mengindentifikasi bahwa dia bukan perempuan dan juga bukan laki-laki. Pengakuan Jerman tersebut mendapat respon positif dan dianggap revolusi kecil dalam area gender.